Dalam
perspektif politis, Australia memandang Indonesia sebagai ancaman, selain
itu juga menempatkan India dan China sebagai kekuatan level merah. Perkembangan situasi hankam di
kawasan Laut Pasifik Selatan, menjadi perhatian Australia dengan kerjasamanya
bersama Amerika. Pada pemerintahan Kevin Ruud
Australia berposisi anti India dan China, pada posisi ini menempatkan Australia
terpaksa menganggarkan membeli F-35. Belum efektif berjalan telah muncul
superior Flankers Rusia lainnya SU-35 BM yang membuat F-35 kembali menjadi
diragukan kemampuannya. Dalam skenario berikutnya, pemerintahan Julian Gillard, Australia harus bersalto agar
bisa mendekati India dan bermanuver unik demi menjadi sekutunya. Hal itu perlu
dilakukan agar berpeluang bisa mendapatkan kesempatan memiliki Sukhoi T-50 PAK FA dan secara licik memberikan
kesempatan pada NATO untuk mengorek
tekhnologinya. Apalagi demi mengingat kekuatan China dan Indonesia yang sudah
menjadi begitu lihai dan luar biasa dengan skuadron
Flankersnya.
Konon,
itulah logika dilakukannya penyadapan oleh Australia terhadap Indonesia (selanjutnya melibatkan banyak negara dibelakangnya) yang menjadi fenomenal ini terpantik. Hal yang tak
lain berasal dari kekhawatiran atas perkembangan kekuatan militer diseluruh
Asia-pasifik. Bahkan situasi tersebut membuat RBTH
menyimpulkan aneh dengan merekomendasikan ide ekstrim agar pemerintah Australia lebih baik memiliki Super Flankers yang superior tapi murah (USD
66 juta/buah) dibandingkan mengakuisisi F-35 yang notabene sangat
mahal harganya (USD 238 juta) dan memiliki titik batas kemampuan yang
sanggup diatasi oleh flankers begitu mudahnya. Persepsi itulah yang memicu
kegiatan mata-mata dengan menggunakan traktat lima mata dilakukan,
sembari memecahkan dilema dari rencana strategis militer Australia dan sekutu
AS lainnya di Asia-pasifik raya, aksi spionase dilaksanakan dengan
segala cara.
Bahkan, Mantan Duta Besar RI untuk Rusia, Hamid
Awaluddin, menduga penyadapan oleh Australia untuk membidik rencana RI membeli
kapal selam Rusia. Pasalnya, tarik-ulur atau negosiasi seputar jadi-tidaknya
Indonesia membeli kapal selam Rusia terjadi pada Agustus 2009.
“Sofyan Djalil saat itu Menteri Negara BUMN, Sri Mulyani Indrawati saat itu Menteri
Koordinator Perekonomian. Mereka terkait dengan aspek ekonomi menyangkut
negosiasi itu (kapal selam), yakni
pembiayaan. Ada anggarannya atau tidak, tekhnologi kapal selam yang saat itu
hendak dibeli Indonesia dari Rusia sungguh dahsyat. RI berencana membeli
dua kapal selam. Kalau jadi, (Australia) tentu takut sama kita.”
Sejumlah pejabat RI yang ketika itu disadap oleh
Australia, diyakini memang ada kaitannya dengan rencana pembelian kapal selam
Rusia itu. Penyadapan terhadap Sofyan Djalil juga terkait dengan dana BUMN
untuk membangun dermaga kapal selam tersebut. Sementara Dino Patti Djalal yang
juga disadap ketika itu merupakan Juru Bicara Presiden Bidang Luar Negeri.
Komunikasi-komunikasi dari pihak asing sangat mungkin masuk melalui Dino.
Hal lain disinyalir berkaitan dengan aksi sadap oleh Australia terhadap Indonesia itu ketika mengetahui Indonesia tertarik untuk mendirikan sebuah pusat perawatan bersama untuk pesawat fixed dan rotary wing Rusia. Victor Komardin, wakil kepala Rosoboronexport, eksportir peralatan perang Rusia, telah mengumumkan hal tersebut di Air show LIMA 2013 di Malaysia.
Hal itu membuat analis intelijen Australia berkesimpulan, dengan sudah mengawali kepemilikan keluarga Flankers (Su 27/30), Indonesia (TNI AU) menjadi negara yang sangat diperhitungkan oleh Australia dan pasti juga oleh tetangga lainnya. Alih teknologi ke pesawat yang lebih canggih hanyalah soal waktu yang tidak terlalu rumit dilakukan TNI AU apabila ada pengembangan kekuatan. Australia sangat khawatir Indonesia berpeluang memiliki Su-35 dan bukan tidak mungkin dengan ekonominya yang semakin baik dan maju, suatu saat Indonesia akan memiliki pesawat tempur Sukhoi T-50 PAK FA.
Hal itulah yang membuat kalangan intelijen dan militer Australia mendesak sekutu mereka mencegah upaya peningkatan militer Indonesia dengan apapun caranya. Meski pada perkembangan selanjutnya memang pemerintah Indonesia dikabarkan (tanpa konfirmasi) batal membeli kapal selam Rusia karena alasan keterbatasan biaya lalu lebih memilih membeli kapal selam Korea Selatan. Barangkali Australia hingga AS dan Jepang menjadi lega, sementara publik Indonesia tentu kecewa dan bertanya-tanya, namun banyak kalangan telah menduganya sebagai efek tekanan diplomatis akibat aksi penyadapan Australia_Singapura_Korsel, Jepang dan AS terhadap pemerintah Indonesia. Meskipun, beberapa info intelijen dan kawat diplomatik negara-negara tetangga menyebutkan jika diam-diam Indonesia sebenarnya telah mengakuisisi kapal selam Rusia berikut tekhnologi canggih dan telah dioperasikannya secara rahasia.
Diketahui Rusia pada tahun 2012 memiliki 60 kapal
selam bertenaga nuklir dengan teknologi canggih. Meskipun pembelian kapal selam
dari Rusia konon batal dilakukan pada tahun 2009 itu, kini dengan sederhananya
Rusia kembali menawarkan 10 unit kapal selam kilonya kepada Indonesia.
Sepintas, info ini terkesan datar dan asal lewat saja, akan tetapi sesungguhnya
bisa saja sebagai kontra intelijen untuk menutupi kepemilikan alutsista strategis
tersebut yang sebenarnya telah berada ditangan Indonesia. Indonesia sebagai mitra setia tentu berkepentingan jika
Rusia tetap melindungi segala informasi alutsista militer Indonesia.
Bukan menjadi rahasia lagi jika Rusia telah bermain sendiri dalam pengadaan peralatan pertahanan Indonesia beberapa tahun terakhir. Sebagian besar yang diekspose adalah Indonesia melakukan transaksi dengan membeli kendaraan darat dan pesawat dari Rusia, meski secara mengejutkan ketika TNI AL telah membeli rudal supersonik P800/SS-N-26 (Yakhont) untuk dipasang di beberapa kapal perang TNI AL. Dan kegemparan terjadi ketika TNI AL menguji kemampuan rudal tersebut.
Indonesia tertarik dengan harga yang ditawarkan oleh Rusia dan efek deterrent yang ditimbulkan setelah menggunakan alutsista Rusia. Penggunaan semacam Kapal selam kilo/kilo improved yang telah teruji dengan baik di kawasan India, dan merupakan kapal selam paling populer di dunia tentu membuat efek getar dan menggentarkan.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan
penambahan kapal selam sangat penting dalam modernisasi alat utama sistem
persenjataan (alutsista) Indonesia. Jika Indonesia memiliki armada kapal selam
lengkap, Menteri Pertahanan yakin pertahanan negara akan lebih kuat sehingga
Indonesia tidak mudah menjadi obyek penyadapan pihak asing. Dalam diskusi panel
bertajuk ‘Membangun Kemampuan Kekuatan
Pertahanan Berkelanjutan’ yang diselenggarakan Forum Pemred di
Jakarta, Jumat 29 November 2013, Menhan menyebutkan,
" TNI Angkatan Laut
kita punya kapal selam 10-15 buah, kita tidak akan disadap lagi.
"
Sementara ini, TNI terus melakukan modernisasi
peralatan utama sistem persenjataan (alutsista). Seperti penambahan 54
tank jenis amphibi dari Rusia yang akan segera mengisi arsenal TNI AL. Tank
lainnya yang akan datang adalah jenis BTR sebanyak 4 buah. Pihak TNI AL juga
saat ini sedang menjalankan pengadaan 3 buah kapal selam yang dibeli dari pemerintah
Korea Selatan. Kepala Staf Angkatan Laut Marsekal TNI Marsetio menegaskan,
"Marinir pada akhir tahun ini di bulan Desember
akan kedatangan 54 tank amphibi marinir dari Rusia,
kemudian 2 kapal Frigate yang
dibangun di PT PAL. Kita tahun depan
secara bertahap mulai April membeli 3 Frigate
dari Inggris, Akan ada 16 kapal cepat roket, termasuk alutsista helikopter
AKS sebanyak 14 buah."
Senada
dengan MENHAN dan KASAL, Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, mengatakan TNI
Angkatan Laut masih lemah dalam menjaga pertahanan laut. TNI AL perlu diperkuat
dengan pembangunan alutsista berupa armada kapal selam yang lengkap. Tak
berhenti disitu saja, proyek penguatan alutsista sebagai renstra TNI sangat
dianggap vital dan mendesak mengingat semakin tak menentunya situasi regional
kawasan Asia-Pasifik pada umumnya.
Mulai semester I pada tahun 2014 sesuai dengan rancang
bangun kekuatan pertahanan pada renstra I (2010-2014) TNI Angkatan Udara
diharapkan telah diperkuat dengan beberapa Alutsista Dirgantara baru yang lebih
kompleks dan canggih. Hal ini dapat dilihat dari upaya-upaya yang terus
dilakukan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI yang
melibatkan beberapa pihak seperti pelaku industri Pertahanan, kalangan
akademisi dan tenaga-tenaga ahli lainnya. Sehubungan upaya pemenuhan Alutsista
terbaru dan canggih ini Kemhan telah meng-upgrade sekitar 24 unit pesawat F-16
dengan Engine Block 25 menjadi Engine blok 52. 24 unit pesawat ini merupakan
hasil hibah dari Pemerintah Amerika Serikat yang telah juga disetujui oleh
Anggota Komisi I DPR RI. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk
mendukung upgrade tersebut sekitar 600 juta Dollar. Selain itu Kemhan juga akan
melibatkan beberapa pihak termasuk tenaga ahli dari kalangan akademisi,
peneliti serta kalangan pelaku industri pertahanan dalam negeri. Untuk jangka
yang lebih panjang lagi (Renstra II 2014-2015) Kemhan tengah menjalin kerjasama
dengan Korea Selatan dalam hal produk bersama pesawat tempur KFX / IFX sebagai
pesawat tempur generasi ke 4++++ sekaligus melakukan lobi-lobi penting terhadap
Rusia, China dan India mengenai pengadaan alutsista strategis berupa
kemungkinan akuisisi rudal pertahanan S-300, radar canggih, akuisisi SU-35BM,
T50 dan penambahan Kapal Selam serta alutsista darat lainnya.
Dijelaskan
Menhan, saat ini khusus di Korea terdapat sekitar 34 tenaga ahli Indonesia yang
berasal dari personel TNI, ITB, Badan Penelitian dan Pengembangan Kemhan tengah
mengadakan tahap rancang bangun pesawat KFX / IFX. Rencananya sekitar 210
tenaga ahli Indonesia akan dikirim dengan berbagai fase produk bersama pesawat
tersebut.
Dalam hal
pengawasan dan pencegahan rencananya pada tahun 2104 untuk seluruh wilayah
udara Indonesia, Kemhan berupaya untuk menutup dan melindungi wialayah udara
ini dengan dilengkapi system radar yang canggih. Sementara ini peralatan
pengawasan yang sudah ada saat ini adalah Integrated
Marritym Survailance System yang dipasang di beberapa titik strategis
wilayah Indonesia.
Untuk mengisi kekurangan pesawat penutup celah angkasa
NKRI saat ini, Indonesia membeli 24 pesawat bekas F-16 block 25 dari AS.
Indonesia telah melepas salah satu kartu truf-nya sebagai bentuk rujukan (agar
barat tak merajuk) dengan pembelian pesawat lawas tersebut. Padahal hitungannya
adalah dalam 5-10 tahun ke depan pesawat SU-30 MK2 dan F-16 block 25 Indonesia,
harus berhadapan dengan F-16 block 52 dan F-35 Singapura, atau F/A 18 Hornet dan
F-35 Australia. Jadi wajar jika Indonesia butuh segera deal dengan penguasaan
pesawat tempur setara semisal SU-30 dengan cantelan Brahmos India, SU-35 BM dan
pertahanan luar biasa S-300 Rusia.
Hal itu
perlu dipertimbangkan petinggi militer Indonesia dan pemerintah karena
Indonesia belum bisa berharap banyak dengan proyek pesawat tempur KFX. AS masih mencoba menarik proyek KFX ini agar menjadi KFX E,
singgle engine yang lebih sebagai upgrade single TA-50 atau F-16. Sementara Korea Selatan bersikukuh untuk
membangun KFX C103 twin engine dengan fitur weapons bay (stealth). Tanpa
didukung AS, Korea Selatan akan kesulitan untuk mendapatkan fitur stealth
tersebut. Jika flashback pada sejarah maka kasus Korea Selatan ini mirip dengan
cerita saat Jepang ingin membangun pesawat tempur sendiri namun diredam habis
oleh AS.
Kalau pun jadi, pesawat KFX
akan operasional sekitar tahun 2023-atau 2025. Untuk menutup gap tersebut,
Korea Selatan menyiapkan diri dengan memesan 40 pesawat F-35 dalam
menghadapi tantangan di depan mata. Indonesia jelaslah harus ke sahabat
lamanya, untuk sepadan dan setara jika tak mau jadi bulan-bulanan di Asia
tenggara dan Asia-Pasifik pada umumnya.
Tetangga serumpun kitapun Malaysia, masuk dalam
situasi dilematis. Rencana meng-upgrade atau mengganti Mig 29N Fulcrum dengan pesawat-pesawat
generasi ke 4 di atas, tidak memecahkan persoalan, ketika negara tetangga
seperti Singapura akan dilengkapi pesawat siluman generasi kelima, F-35
dari AS. Vietnam saja telah meningkatkan kemampuan militernya secara berkala
dan mengesankan melalui akuisisi alutsista rusia. Indonesia menggeliat tanpa
bisa dibendung pertumbuhan ekonomi dan mengartikan kenaikan anggaran
pertahanannya. Jika negara tetangganya Singapura akan dilengkapi pesawat
siluman generasi ke 5, F-35, maka membeli pesawat tempur generasi ke 4,
untuk proyeksi masa depan, adalah sesuatu yang mubazir.
Pada bulan Februari 2003 Singapura bergabung dalam
program pembuatan pesawat tempur siluman F-35. Sebagai anggota Security
Cooperative Participant (SCP), Singapura
diberi kesempatan untuk mengeksplorasi F-35 sesuai kebutuhan khusus yang
diinginkan. Singapura kemungkinan memilih model F-35B yang memiliki fungsi STOVL(short take-off and vertical landing).
F-35 Joint Strike Fighter (JSF) programme, melibatkan 10 negara di luar AS
yakni: Inggris, Italia, Kanada, Norwegia, Turki, Denmark, Belanda, Australia,
Jepang dan Korea Selatan.
Setelah digelarnya
Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition LIMA, 26
Maret 2013, Malaysia mulai tertarik dengan SU 35
Hunter Killer atau Sukhoi T-50 PAK FA.
Namun dalam Paris Airshow 21 Juni 2013, Wakil Rosoboronexport
Victor Komardin hanya menawarkan tambahan Sukhoi
SU-30M Flanker, yang merupakan jet tempur tercanggih yang
dioperasikan Royal Malaysian Air Force/ RMAF.
Atas keinginan Malaysia itu untuk mendapatkan Sukhoi
T-50 PAK FA, Victor Komardin menjelaskan:
”Rusia sedang
menimbang permintaan pesawat generasi kelima, seperti yang diinginkan
pemerintah Malaysia. Pilihannya mungkin Sukhoi PAK
FA atau versi flanker yang
lebih advance, yakni SU-35″.
Namun jawaban Victor ditangkap semacam isyarat
penundaan diplomatis dari pihak Rosoboronexport terhadap minat Malaysia. Akibatnya,
tanggal 9 September 2013 Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Seri Hishammuddin Hussein
menyampaikan pernyataan yang cukup mengejutkan. Menurutnya tidak ada rencana
dari pemerintah saat ini untuk mengganti skuadron Mig-29
dengan pesawat tempur yang baru. Penggantian dan pembelian pesawat tempur baru,
harus dilihat dalam konteks keamanan dan ancaman terhadap negara Malaysia.
“Untuk saat ini, pemerintah belum memiliki rencana
untuk mengganti Mig-29 ataupun Sukhoi. Kami justru mengupayakan pemenuhan
persenjataan untuk skuadron helikopter Agusta
dan upgrade Helikopter Nuri. "
Padahal jika ada skenario Singapura berkonflik dengan
Malaysia, tentunya F-35 Republic of Singapore Air Force’s (RSAF) akan
diposisikan sebagai armada pemukul, untuk menusuk ke dalam wilayah Malaysia.
Sementara F-16 block 52 diposisikan sebagai air defence. Skenario yang sama persis
jika diterapkan pada Korea Selatan dalam mengantisipasi ancaman Korea Utara. Australia
pun tampaknya tidak jauh dari skenario tersebut. Untuk mengantisipasi ancaman
dari utara benua tersebut (Indonesia), RAAF Australia tak sabar lagi menerima
pesawat F-35 pertamanya, yakni bulan Juni 2014. Sepintas kehadiran F-35
dikawasan Asean ini bak goliath sang pemangsa. Pasti mudah bagi pesawat F-35
Singapura dan Australia untuk menari-nari di dekat wilayah atau di atas wilayah
udara asia tenggara, tanpa mampu mendeteksinya. Hal itupun dibaca oleh
Korsel. Membaca situasi kawasan yang cenderung akan meningkat eskalasi militernya,
Korsel mendepak F-15 Silent Eagle – Boeing, atau pun Typhoon – Eurofighter, dan
langsung lompat membeli pesawat generasi kelima F-35 Lockheed Martin. Korea
Selatan mengambil langkah tersebut karena negara tetangganya seperti China,
Jepang dan Rusia juga menyiapkan pesawat generasi ke 5 (Prototype Sukhoi
T-50 PAK FA pertama kali terbang 29 Januari 2010. Angkatan Udara Rusia
diproyeksikan menerima 60 pesawat Sukhoi T-50 PAK FA pada tahun 2016).
Lalu,
seperti apa skenario Indonesia untuk menghadapi tantangan dan perubahan ini selain dengan memaksimalkan daya gebuk armada sukhoinya ?
Tentu sebagian besar adalah rahasia sifatnya dan info yang sedikit dilempar ke publik sehingga hanya sanggup menduga-duga saja meskipun berkali-kali TNI menyuguhkan surprise alutsista baru di setiap rencana strategisnya. Dalam olah
bermain catur tentu kekuatan benteng dan menteri sangat menonjol, lompatan tak terduga serta strategi kuda adalah pemukul acak dan senyap sekaligus pengunci pertahanan, dan gerakan pion adalah tekhnik sederhana meratakan area pertempuran digaris terdepan. Maka tak ada yang perlu diragukan lagi untuk segera menata strategi, membentengi
wilayah kedaulatan dengan terus meningkatkan kualitas alutsista yang dimiliki,
baik menggenjot produk militer nasional maupun mendatangkan alutsista dari luar
negeri hingga setara. Kita mengapresiasi sebagai langkah tepat yakni memulai dengan perkuatan militer diperbatasan negara, Panglima
TNI Jenderal Moeldoko menjawab adanya kekurangan jumlah Alat Utama Sistem
Persenjataan (Alutsista) di beberapa perbatasan di Indonesia dengan terus mendatangkan alutsista dan pemenuhan sarana dan prasarana militer dan pematangan kesiagaan tempur personelnya. Untuk mengisi
kekurangan itu, TNI berencana menambah jumlah alutsista dalam waktu dekat.
"Kami akan hadirkan ada 12 Helikopter Fennec dari Prancis, lalu helikopter
serangnya ada Apache minimum 6, ke
depan mungkin Chinook untuk
memindahkan personel di perbatasan khususnya. Kita sangat membutuhkan itu. Apache sudah clear, Chinook
harapan kami nanti. Mudah-mudahan tahun 2015 bisa dianggarkan,
karena tidak terlalu mahal. "
Helikopter Chinook
yang merupakan helikopter pengangkut untuk di wilayah perbatasan. Moeldoko
menyatakan, penambahan jumlah alutsista tersebut, telah mendapat persetujuan
dari Komisi I DPR. Dia berharap,
pengadaan jumlah alutsista di perbatasan tersebut dapat terpenuhi pada tahun
2015. Sebaran renstra yang mengakuisisi berbagai alutsista dengan basic serta
kiblat yang berbeda, tentu telah matang diperhitungkan para elit militer TNI.
Jelas menimbulkan keunggulan diantara kelemahannya. Dan TNI telah menjawabnya
dengan kemampuan me mixing rudal canggih Yakhont yang
notabene buatan Rusia sehingga dapat disinergikan maksimal dari atas kapal berlisensi NATO punya.
Hasilnya ??
Anda pasti setuju dengan saya jika menyebut hal itu dengan kata LUARRR BIASA !!
Hasilnya ??
Anda pasti setuju dengan saya jika menyebut hal itu dengan kata LUARRR BIASA !!
Jayalah Negeriku,
Jayalah Indonesiaku........
wih matap infonya thanks gan
BalasHapusJadi, rumor yg mendekati kenyataan....
BalasHapusdengan penambahan minimal 3 sekuadron su 35 dan 3 kapal selam klas kilo "amor" serta sistem pertahanan rudal BUK-M3 dan S400 masing masing 5 batalyon saya kira saat ini indonesia cukup terlindung dari ancaman luar tanpa bermaksud untuk menjadi negara agresor,syukur ditambah tank armata T14
BalasHapusSy setuju banget..tapi ingat bung sy hanya pesan tolong TNI dilibatkan untuk menanam kembali sebanyak mungkin pohon bambu...ketika senjata kita kelak habis kita bisa buat bambu runcing sebanyak mungkin..kita tahu kita merdeka dulu gara2 bambu runcing dan meriam belina..karena bambu itu anti sadap..merdeka!!!!!
BalasHapusSy setuju banget..tapi ingat bung sy hanya pesan tolong TNI dilibatkan untuk menanam kembali sebanyak mungkin pohon bambu...ketika senjata kita kelak habis kita bisa buat bambu runcing sebanyak mungkin..kita tahu kita merdeka dulu gara2 bambu runcing dan meriam belina..karena bambu itu anti sadap..merdeka!!!!!
BalasHapus