07 Oktober 2013

KOMPILASI RUMIT STRATEGI MILITER INDONESIA



Konsep Militer Indonesia dianggap terlalu teduh bagi para pengamat militer dunia. Namun tentu menjadi hal yang wajar jika TNI dengan membaca keterbatasan alutsista yang dimilikinya kemudian membentuk sikap militer yang cenderung berupa self defence.
Berkonsep dengan perang di wilayah sendiri tentunya, untuk mengusir agresor atau mengawasi flash point. Hal inilah yang kemudian mulai disingkirkan dari benak para perwira  tinggi TNI saat ini dan berubah jadi pola pikir dengan kemampuan TNI memukul atau menyerbu lawan pada tingkat  mematikan.


Meski saat ini realitanya belum semua alutsista TNI mengalami modernisasi, tapi dapat kita lihat TNI memperkuat pasukan yang bersifat mobile pada setiap matra kekuatannya, alutsista modern nan gahar yang bisa digerakkan ke wilayah manapun dalam waktu cepat. Target ini dimasukkan dalam Rencana Strategis 1 TNI (Renstra 1 :2010-2014) dengan munculnya pembelian Kapal Selam Kilo Rusia, Lengkapnya Super Flanker Sukhoi menjadi 1 skuadron, MBT Leopard 2, IFV Marder, MLRS Astros II, Meriam Caesar 155 mm, ATGM NLAW, kendaraan taktis, hingga helikopter serang Apache AH-64 E. Hampir semua yang dibeli bersifat taktis dan mobile, dalam artian dapat bergerak dalam jangkauan menyerang atau digerakkan dengan cepat diangkut melalui kapal permukaan maupun pesawat angkut Hercules serta memiliki efek penggentar lumayan mengerikan










Pekerjaan rumah lainnya bagi pertahanan Indonesia adalah mengintegrasikan berbagai alutsista, di tengah kebijakan pengadaan alutsista yang menganut azas, perimbangan sumber dari negara barat dan Rusia. Perimbangan pengadaan alutssita dari dari negara barat dan Rusia ini, sebenarnya bisa dikatakan membuat pusing kepala. Bayangkan saja, anda membeli dua alat berteknologi canggih dari luar negeri yang mana anda tidak bisa membuatnya. Setelah anda beli, kedua alat itu harus anda integrasikan. Tentu ini tantangan yang berat dan perlu dikaji kembali. TNI harus memiliki platform yang jelas bagi sistem pertahanan laut, darat dan udara, untuk bisa diintegrasikan. Namun dengan dibentuknya unit-unit penelitian dan kajian dalam usaha strategis pengelola dan pengusaha alutsista negara sekaligus konsep pembentukan tim ahli dalam penelitian dan proyek-proyek militer rahasia negara semacam rencana unitisasi pengembangan tekhnologi pesawat tempur, ranpur, rantis, senjata dan misil serta proyek sekelas pengujian kapal selam produksi dalam negeri, light tank, medium dan radar terintegrasi satelit buatan LAPAN.  Dalam alutsista TNI, pengembangan dan penguasaan tekhnologi persenjataan atau kajian pembentukan semacam Tentara Cyber Indonesia barangkali sekaligus menjadi jawaban dari kerumitan itu bisa terpecahkan. Kasus Snowden dan kasus penyadapan pihak asing terhadap aset negara beserta para elite Indonesia ditambah lagi dengan gerakan-gerakan provokasi para tetangga tak pelak membuat para elite TNI melalui Kemenhan serta merta tersentak bangkit. Banyak kebijakan petinggi militer indonesia yang bersifat tiba-tiba, rahasia, unik hingga menjadi sebuah misteri. Rencana strategis yang tertera terkadang berjalan apa adanya namun tak jarang berupa lompatan luar biasa yang membuat ketar-ketir negara-negara blok Asean pada umumnya. Misteri kapal selam kilo Rusia, akuisisi S-300/400 dan SU-35 BM juga perkembangan roket Lapan tak jarang justru nyaring dinegeri seberang. Sementara publik negeri sendiripun hanya sanggup menunggu momen dan pengakuan langka pejabat militer RI atau Kemenhan untuk sedikit berbagi bahan diskusi para pengamat alutsista. Tak cukup alutsistanya yang terkesan gado-gado antara Rusia-Nato, kemampuan alih tekhnologi persenjataannya mulai disikapi waspada. Bahkan para prajurit tempurnya sudah dikenal dengan segudang prestasi dan disegani militer dunia.


Pada renstra 2 akan ada pembentukan dan penempatan pasukan di beberapa wilayah strategis, seperti Divisi III Marinir di Sorong Papua berikut penyiapan sekian banyak posko-posko pendaratan bagi marinir dibeberapa sisi pantai wilayah timur Indonesia. Sebanyak 15.000 pasukan marinir akan ditempatkan secara bertahap, untuk mendukung keamanan dan pertahanan di komando wilayah laut timur. Angkatan Laut juga membangun Pangkalan Kapal Selam baru di Palu, Sulawesi Tengah. Dalam konsep pembangunannya pangkalan ini sangat terinspirasi oleh pangkalan-pangkalan kapal selam Rusia era Soviet.


Sementara Angkatan Darat terus mengembangkan pasukan di bawah Kodam XII Tanjungpura yang berbatasan dengan Malaysia. Antara lain, Denzipur-6/SD di Anjungan menjadi Yonzipur di Mempawah, kemudian validasi Yonarmed 16/105 menjadi Yonarmed 16/Komposit di Ngabang, Kabupaten Landak serta pengembangan Denkav-2 Pontianak menjadi Yonkav. Kodam XII TPR bermarkas di Kabupaten Kubu Raya membawahi provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Komando Militer Tanjungpura di Kalimantan Barat berencana menempatkan lebih banyak prajurit dan mendirikan pos perbatasan lebih banyak di sepanjang perbatasan sejauh 966 kilometer antara Provinsi Kalbar dan Sarawak, Malaysia. Jumlah pos perbatasan akan ditambah dari yang saat lalu 33 menjadi 42. Personil TNI akan berjaga di pos-pos tersebut, yang didukung oleh pesawat pengintai tak berawak dan pembangunan jalan-jalan arteri yang bisa dilewati ranpur sekelas MBT Leopard dan pengangkut persenjataan berat.



" Untuk  pertahanan di Indonesia, kita akan terus tambah perlengkapan militer di Indonesia, Pada awalnya pencapaian MEF ditargetkan selesai dalam tiga kali renstra (2009-2024). Namun, ternyata bisa dicapai dalam dua kali renstra (2009-2019). Saya yakin MEF bisa tercapai pada 2019 " . 



Pencapaian MEF yang lebih cepat lima tahun dari yang ditargetkan itu merupakan sebuah terobosan dan keberhasilan berkat besarnya APBN yang digelontorkan ke Kemhan, meski pada 2012 lalu pencapaian MEF tak sesuai rencana.
Menhan pun meyakini kekuatan alutsista TNI AU hingga semester I , 2014 mendatang dalam rangka kekuatan pokok minimum (Minimum Esensial Force/MEF) akan mencapai 40 persen.

"Hadirnya pesawat tempur F-16, pesawat angkut dan pesawat tempur lainnya akan mempercepat dan menambah prosentasi kekuatan pertahanan kita, khususnya TNI AU.  Saat ini TNI AU telah menerima empat unit pesawat Super Tucano. Diharapkan pada akhir 2013 atau awal 2014 akan tiba delapan unit lagi, sehingga tercapai satu skadron atau 16 unit " .

TNI AU telah menerima empat unit pesawat tempur taktis Super Tucano. Diharapkan pada 2014 nanti 14 jenis alutsista akan menambah kekuatan TNI AU, seperti pesawat tempur, pesawat angkut, helikopter, pesawat latih, pesawat intai dan pesawat tempur lainnya.




Hingga 2014 mendatang pada akhir masa kabinet ini, diperkirakan ada sekitar 45 alutsista bergerak, baik untuk TNI AU, TNI Angkatan Laut maupun TNI Angkatan Darat.

Renstra TNI 2010-2014 memberikan nuansa pelangi terhadap komparasi alutsista yang akan diperbaharui yaitu adanya diversifikasi terhadap jenis alutsista produksi dalam negeri , dari Rusia, China dan Amerika Serikat.



Dalam rencana strategis itu diungkapkan bahwa TNI akan memenuhi kebutuhan armada kapal perang dengan memesan 35 Kapal Cepat Rudal Trimaran ukuran 60 meter, 40 Kapal Patroli Cepat Rudal ukuran 40 meter dan 15 Korvet semuanya produksi dalam negeri. Sementara 2 kapal selam kelas Kilo dari Rusia dipastikan hadir tahun 2013.


Untuk Kapal Cepat Rudal Trimaran dan Patroli Cepat adalah produksi swasta nasional, masing-masing akan dilengkapi sepasang rudal buatan China dan Rusia, sementara Korvet adalah produksi PT PAL Indonesia, Angkatan Udara Indonesia akan diperkuat dengan pembelian 22 F16 CD dari Amerika Serikat dan 12 pesawat angkut Hercules. Saat ini TNI AU memiliki 10 F16 AB dan 38 Hercules berbagai seri.

Beberapa waktu lalu melengkapi skuadron tempur kelas berat 2 pesawat tempur SU-30 dari Rusia tiba di Pangkalan AU Makassar. Dengan kedatangan 2 penempur Sukhoi itu dari 16 yang direncanakan, TNI AU lengkap sudah memiliki 16 Sukhoi dan merencanakan akan terus menambah pesawat tempur jenis ini sampai mencapai 48 buah ( 4 skuadron).





Yang menarik dan mengagetkan publik dari renstra TNI ini adalah adanya pergelaran rudal produksi dalam negeri yang mampu menjangkau jarak tembak sampai 300 km dan sekaligus mengubah konsep hankam TNI dari defensif murni menjadi pre emptive strike. Seperti dugaan banyak pihak, Indonesia telah lama mengembangkan senjata pertahanan bertekhnologi tinggi.

TNI memang sedang mempersiapkan diri, memperbaharui alutsistanya. Lihat saja di kalimantan, Kodam dimekarkan menjadi 2 dengan menambah kekuatan pasukan secara besar-besaran sampai mencapai 30 ribu, pembentukan 8 batalyon infantri, 6 batalyon kavaleri, 4 batalyon artileri dan 4 batalyon rudal. Tarakan juga menjadi home base bagi 16 pesawat tempur Super Tucano disamping Pontianak yang sudah eksis sengan 16 pesawat tempur Hawk yang telah dilengkapi persenjataan dan rudal-rudal canggih.

Kementerian Pertahanan Indonesia membenarkan bahwa TNI sedang mempersiapkan kekuatannya dengan memperbesar satuan-satuannya. Marinir akan ditambah menjadi 60 ribu pasukan, Kostrad sedang membangun divisi 3. TNI AD dengan 3 divisi Kostrad, 21 Kodam dengan kekuatan pasukan mencapai 450 ribu tentara.  Kodam-kodam menambah batalyon infanri dan mekanis. Rudal berbagai jenis sudah dan sedang dalam pesanan seperti Qw3, C-802, Yakhont, AGM Maverick. Nantinya kekuatan TNI AL bertumpu pada kekuatan 3 armada tempur dengan kekuatan 276 KRI, 12 Kapal Selam, 60 ribu marinir. TNI AU dengan 4 Skuadron Sukhoi, 3 Skuadron F16, 2 Skuadron Hawk, 1 skuadron Stucano, 1 skuadron T-50 Golden eagle.


Tambahan alutsista yang datang dan segera antara lain :
a. 3 Sukhoi SU27 
b. 16 Super Tucano
c. 8 Heli tempur MI35
d. 12 Heli tempur MI17
e. 6 Sukhoi SU30
f. 6 Hercules 
g. 8 Kapal Cepat Rudal Catamaran 
h. 6 Hercules 
i. 22 F16 C/D 
j. 12 Kapal Cepat Rudal 
k. 4 Korvet Damen schalde Juni - Okt 2015
l. 16 T-50 Golden eagle  2013
m. 10 Sukhoi SU27/30 Nopember 2013
n. 2 Kapal Selam Kilo Desember 2013
o. 20 Kapal Patroli Cepat Rudal Jan - Des 2014
p. 80 Rudal Lapan 
q. 12 Korvet PAL Jan 2012- Des 2013
r. 5 Batteray S300 Mei 2013
s. 2 Kapal Selam U214 Okt 2014
t. 10 Sukhoi SU35 Agustus 2014
u. 200 Rudal Lapan
v. 2 Kapal Selam Amur-1650 medio september 2019
(Sumber : Jane's Defence )






Tahun 2012 lalu saja begitu ramai masyarakat membicarakan mengenai pengadaan alutsista (Alat Utama Sistem Per-senjata-an) di tubuh TNI. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah pengadaan MBT Leopard II yang sempat menjadi isu kontroversial dikalangan pengamat alutsista kemarin. Meski begitu, bagaimanakah kisi-kisi kekuatan TNI di bidang Alutsista pada tahun 2013 ini dan apapula rencana strategis TNI selanjutnya yang diduga sengaja meramaikan opini satu alutsista sementara diam-diam telah mendatangkan alutsista lainnya, rencana strategis apakah yang sedang diusung  ? 
Kita simak bersama rencana strategis berdasarkan alutsista teranyar TNI yang kini sebagian sudah berdatangan :




TNI AD
1. Pada Januari atau Februari 2013 lalu, TNI AD kedatangan senjata anti tank NLAW. Pemerintah Indonesia melalui Kemenhan telah menyetujui pengadaan 180 Rudal Javelin Blok I, 25 unit Command Launch Units (CLU), Missile Simulation Rounds (MSR), Battery Coolant Units (BCU), Enhanced Basic Skills Trainer, Weapon Effects Simulator, batteries, battery chargers, alat pendukung, suku cadang, perbaikan, pelatihan personil, peralatan pelatihan, dan data teknis. Pemerintah AS selaku kontraktor, bantuan teknis dan dukungan logistik dengan perkiraan biaya sebesar $ 60 juta.

2. Menindak lanjuti kontrak yang telah ditanda tangani tentang pengadaan alutsista, seperti Meriam Caesar 155mm serta roket Astros.

3. Untuk melengkapi kedatangan Caesar, pada tahun ini juga akan dilakukan pengadaan pengadaan Radar range finder untuk satuan armed, sebanyak 2 unit senilai 27,8 Milyar. Juga akan dilengkapi Sta Meteo, relay beserta alat kelengkapannya. Rencananya, pengadaan alat-alat tersebut akan melibatkan Pindad sebagai penyedia platform berupa Rantis Komodo.

4. Alutsista Arhanud diantaranya rudal Mistral serta Starstreak. Khusus untuk mistral, akan dilakukan juga pengadaan 56 unit Rantis Komodo sebagai pembawa rudal tersebut.

5. Pengadaan lanjutan Panser Anoa serta helikopter jenis NBell-412.

6. Kedatangan si Tupai Pohon Mematikan dan Singa Pembunuh IFV Marder 1A3 dan MBT Leopard II secara bertahap.













TNI AU
1. Pesawat latih mula Grob, setelah sempat mengalami kemunduran akhirnya, Kementerian Pertahanan secara resmi menyerahkan empat unit pesawat latih Grob G-120TP-A untuk TNI Angkatan Udara. Empat unit pesawat latih tersebut merupakan bagian dari 18 pesawat latih Grob G-120TP-A yang dipesan oleh Kemhan dari perusahaan Grob Aircraft, Jerman pada tahun 2011.


2. Pesawat latih T-50i dari Korea Selatan juga  telah tiba pada tahun 2013 ini. Bahkan foto-foto pesawat pengganti Hawk Mk-53 itu sudah beredar dengan sajian aerobatik.

3. Persenjataan Sukhoi akan tiba lengkap pada tahun ini sejalan dengan lengkapnya Sukhoi menjadi satu skuadron. Saat ini beberapa pilot dari sarang Thunder yang telah dikirim untuk berlatih di Rusia telah mengawaki sukhoi yang berada di lanud Makassar.

4. Sementara itu, dari informasi yang dikeluarkan pihak Kemhan, terungkap rencana pengadaan Helikopter Super Puma (NAS-332C1) VVIP sebanyak 2 unit senilai 460 Milyar, hibah Hercules senilai 440 Milyar serta Upgrading Falcon star untuk F-16 sebanyak 10 unit senilai 270 Milyar.  Indonesia akan menerima 8 pesawat F-16 C/D hibah yang telah diregenerasi dari Amerika Serikat mulai tahun 2014.










Dua jet tempur latih T-50i Golden Eagle saat take off. Pesawat tersebut merupakan bagian dari 1 skuadron atau 16 unit T 50 i pesanan TNI Angkatan Udara bermesin jet tunggal dengan awak 2 orang. Kelebihan jet ini mampu terbang dengan kecepatan jelajahnya mencapai 1,5 kali kecepatan suara.









TNI AL
1. Serah terima KRI Beladau dari jenis KCR-40.
2. Kelanjutan program Multi Role Light Fregate (MLRF) dari jenis Nahkoda Ragam Class.
3. Pengadaan  CN-235 Patroli Maritim pesanan TNI AL buatan PTDI.
4. Pembangunan Trimaran ke-2 akan dilakukan. Akan tetapi mengenai bahan maupun spesifikasinya secara jelas belum bisa diperoleh karena sangat dirahasiakan.
5. Data dari Kementrian Pertahanan juga menyebutkan kelanjutan program TNI-AL di tahun 2013. Diantaranya pembangunan platform KCR 60 M Lanjutan senilai 169,78 Milyar. Pengadaan Heli Angkut Bell-412 Tahap 2 lanjutan senilai 88,93 Milyar. Pengadaan Kapal Bantu Cair Minyak Lanjutan senilai 107,50 Milyar. Selain itu ada pula pengadaan Ranpur Amfibi jenis baru untuk Marinir.















Renstra TNI 2012-2024




Untuk meningkatkan mobilitas pasukan, Indonesia menambah pesawat angkut dengan membeli Hercules eks RAAF Australia. Begitu pula dengan persenjataan dan kemampuan prajurit Kostrad, terus ditingkatkan. Jangan heran, alutsista baru TNI AD, biasanya diserahkan kepada Kostrad. Hal ini karena pasukan Kostrad yang bisa digerakkan kemanapun di wilayah tanah air. Mereka tidak punya wilayah. Wilayah yang mereka tempati berada di bawah kendali Panglima Kodam.




















Konsep renstra 1 TNI adalah pedoman dasar bagi Angkatan Darat, TNI AU dan TNI AL dalam menyiapkan ranpur, rantis, fighter dan pesawat tempur yang bisa bergerak cepat, bertarung secara sengit di wilayah manapun di Indonesia. TNI harus tampil prima, di tengah minimnya kemampuan alutsista bagi arhanud dan pertahanan wilayah Indonesia. Untuk itu, Skuadron Sukhoi telah dilengkapi rudal berbagai jenis, dari air-to-air, air-to-ground, hingga rudal penghancur radar.





Pesawat tempur sukhoi TNI AU telah genap satu skuadron (16 pesawat ). Mereka juga mendapatkan tambahan satu skuadron (16 pesawat) pesawat super tucano untuk tempur taktis “close air support”, intai serta serangan anti-gerilya. Ada lagi 30 pesawat F-16 block 25/32 retrofit eks AS, serta pesawat latih T-50 i dari Korea Selatan yang bisa difungsikan sebagai air support, serta UAV Heron komposit untuk pengawasan. Diagram dibawah menjelaskan perbandingan kekuatan dan spesifikasi pesawat tempur dan pesawat pendukung andalan negara-negara Asean.






Diranah kekuatan Laut ditujukan untuk bisa menghadapi ancaman aktual di beberapa flash point. Fokus utama untuk renstra 1 adalah ancaman seperti halnya di wilayah yang sempat memanas, blok Ambalat.




Memanasnya Ambalat membuat TNI telah memperkuat armada kapal selam TNI AL. Angkatan Laut juga membangun kekuatan strategis untuk kapal permukaan dengan memasang rudal yakhont 300 km di kapal Van Speijk Class. Menggabungkan sistem rudal Rusia dengan Kapal Nato patut dibanggakan. Jika pada uji pertama rudal yakhont overshoot terhadap sasaran, maka pada uji kedua telah mengenai sasaran. Betapa kuatnya daya hancur rudal yakhont, dalam hitungan detik kapal sasaran tembak langsung tenggelam. Ujicoba ketiga nanti seharusnya ditujukan terhadap sasaran bergerak dengan jangkauan 250-300km, untuk mengatahui apakah rudal yakhot frigate van speijk mampu men-tracking terus menerus sasaran yang bergerak. Ujicoba penembakan jarak jauh ini memerlukan helikopter OTHT yang sedang disiapkan TNI AL.



Kemampuan TNI AL memasang rudal yakhont di kapal sistem NATO pernah diduga sebagai renstra TNI ketika dihempas embargo oleh NATO sendiri. Tentu merupakan modal besar bagi TNI AL dan harus terus mengembangkannya secara maksimal. Bayangkan saja, kapal-kapal tua Indonesia menjadi disegani jika proyek rudal yakhont bisa sukses menghantam sasaran yang bergerak.






















Semua memahami pergeseran dramatis kebijakan pertahanan Indonesia muncul setelah kekosongan 10 tahun pembelanjaan militer akibat embargo, kekurangan dana juga setelah negara berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan usaha perkembangan pembangunan. Peningkatan baru terjadi pada tahun 2012 menghadirkan 30 persen dari anggaran nasional negara ini untuk pengadaan alutsista. Angkatan Udara dan Laut Indonesia sementara menjadi penerima terbesar dari hasil peningkatan anggaran pertahanan ini.





Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa pertumbuhan dalam anggaran pertahanan tersebut dimaksudkan sebagai usaha untuk, " memperkuat posisi militer, demi menjamin keberhasilan misi untuk menjaga kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia ”.





















Rencana pengembangan militer tersebut mencakup pembelian kapal penghancur berpeluru kendali, tank, sistem peluncuran roket majemuk, jet tempur, kapal selam dan persenjataan militer lainnya secara besar-besaran meskipun sifatnya bertahap.


Senjata yang dikembangkan secara domestik dan dibeli di luar negeri ini akan didukung teknologi terbaru. Strategi modernisasi ini memiliki harga yang sangat mahal: 2,5 milyar dolar AS untuk 10 frigat ringan yang dikembangkan oleh produsen kapal negara PAL; 2 milyar dolar AS untuk empat kapal selam; dan 6 milyar dolar AS untuk tambahan pesawat jet tempur Sukhoi dan F16.



Anggaran ini juga dimaksudkan untuk meliputi kebutuhan non-senjata yang berhubungan dengan pertahanan nasional, termasuk aktivitas yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit dan pegawai negeri dalam angkatan bersenjata Indonesia.





Anggaran akan berfokus pada pembelian produk domestik, demikian statemen Kemenhan. Jika tidak terdapat ketersediaan materi yang diproduksi secara domestik, akan digunakan para produsen asing dengan syarat penggunaan metode produksi gabungan. Dan impor produk asing juga akan dipantau demi memastikan manfaatnya bagi Indonesia.


Seiring Renstra TNI yang menggebu-gebu, pemerintah mengimbangi dengan membentuk Komite Tingkat Tinggi (HLC) guna menyediakan pengawasan, pengendalian, pemantauan atas laju perluasan sektor pertahanan sampai tahun 2014.


HLC yang diketuai oleh wakil menteri pertahanan, akan mencakupkan perwakilan dari beberapa divisi pemerintah, termasuk keuangan, perencanaan, audit, dan badan pemerintah khusus yang bertanggung jawab untuk melakukan pembelian barang serta jasa.








“Tujuan utama dari tim pengendali ini adalah mulai dari awal tahap perencanaan seperti halnya juga selama tahap penerapan, untuk memantau keuangan dan pembelian bagi sektor pertahanan ini ". 



Renstra Kajian Pengefisienan TNI

Renstra 1 TNI telah bisa mengakumulasikan kemampuan TNI secara kualitas dan kwantitas hingga jauh kedepan. Sehingga ada klausul tentang jumlah pasukan TNI pada sektor tertentu akan terus disusutkan secara bertahap. Jika saat ini jumlahnya sekitar 470.000 personel, maka pada tahun 2029 diproyeksikan tinggal 300.000 personel.









Di era perang modern, jumlah pasukan bukan segala-galanya, walau asumsi ini masih menjadi perdebatan. Jika mengacu kepada strategi Uni Soviet pada Perang Dunia II, pernyataan Stalin bahwa Quantity is Quality terbukti sukses di lapangan saat menghadapi invasi Jerman. Namun teknologi militer terus berkembang dan muncul juga pemikiran jumlah pasukan bukan hal terpenting, melainkan persenjataan dan kesiapan tentara itu sendiri.





Di sisi lain, Kementerian Pertahanan sendiri menilai, kesiapan alat utama sistem senjata yang dimiliki oleh TNI masih sekitar 50 persen. Jumlah dan kualitas alutsistanya masih minim, baik dari segi umur maupun teknologi.
Konsekuensinya 50 persen dari jumlah prajurit tidak siap tempur dalam kondisi optimal karena tidak didukung alutsista yang memadai. Lebih parah lagi, anggaran belanja TNI yang diberikan pemerintah justru lebih banyak untuk belanja pegawai (gaji, tunjangan, pensiun, dll), bukan untuk belanja modal atau pembelian alutsista. Belanja pegawai lebih tinggi daripada belanja modal menyebabkan tidak ada investasi di human investment melainkan human consumption.


Dengan disusutkannya jumlah staf dan pasukan, diharapkan kurva anggaran belanja TNI tidak gemuk untuk anggaran belanja pegawai, melainkan bisa berimbang dengan modernisasi alutsista. Sebagian anggaran bisa dialihkan untuk pendidikan, pelatihan dan terutama kesejahteraan prajurit yang lebih baik.




Penyusutan dilakukan bertahap dengan memperkecil rasio jumlah perekrutan prajurit dibandingkan jumlah yang pensiun. Jika kita cermati prosentase perekrutan saat ini, lebih kecil dari prosentase yang pensiun per tahun. Untuk menutupi gap “Quantity is Quality” maka TNI akan mendorong dipercepatnya RUU Komponen Cadangan. Anggota komponen cadangan akan dibentuk melalui proses pelatihan dasar kemiliteran dengan standar pelatihan yang out put-nya memiliki kemampuan dasar untuk bertempur, mental yang tangguh dan jiwa juang yang tinggi.
Komponen Cadangan ini hanya aktif untuk menghadapi ancaman militer khususnya ancaman militer perang berdasarkan strategi pertahanan, melalui mobilisasi dan demobilisasi yang ditetapkan oleh Presiden.





Negara tetangga Singapura dan Malaysia telah membentuk Komponen Cadangan. Sementara di Jerman, ide Komponen cadangan muncul tahun 2003 sebagai dasar restrukturisasi militer Jerman (Bundeswehr). Komponen Cadangan didisain sesuai kebutuhan misi militer, baik struktur, personel, pelatihan dan perlengkapan dengan motto “organize and train as you fight”.
Pada tahun 2007 militer Jerman dirampingkan dari 495,000 personel menjadi 252,500 termasuk Wamil. Komponen Cadangan aktif berjumlah 2,350 personel dari sekitar 80,000, seiring upaya pengefektifan dan pengurangan anggaran.





Renstra Pengawal Udara 2014-2024









Pembangunan militer di matra ini mencakup inventaris yang mengesankan. Untuk Angkatan Udara Indonesia: 64 jet tempur Sukhoi; 32 jet tempur F16; 36 pesawat tempur Hawk 100/200; 12 jet tempur F5E; 16 pesawat tempur Super Tucano; 16 pesawat tempur Yak 130; 36 pesawat tanpa awak; dan 64 pesawat transportasi Hercules. Untuk Angkatan Udara, Kemenhan juga mempunyai proyek pembuatan fighter IFX/KFX dengan Korea Selatan, yang diharapkan prototype-nya selesai tahun 2015. Sementara target perencanaan penguatan 180 armada tempur TNI AU jenis Sukhoi itu diharapkan terealisasi hingga 2024.
Pengadaan pesawat tempur Sukhoi itu sangat dimungkinkan karena pemerintah Rusia siap menyediakan berapa pun jumlah pesawat tempur yang diminta Indonesia.



Diharapkan dengan membaiknya kondisi keuangan negara diharapkan semua Renstra Kementrian Pertahanan bisa lebih cepat terlaksana.




"Dengan membaiknya perekonomian bangsa semakin memudahkan pemerintah untuk memperkuat pertahanan "



Tensi konflik di Laut China Selatan terus meningkat sehingga memaksa TNI untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan dari efek domino konflik tersebut. Dikabarkan, Pemerintah Filipina melaporkan China telah menyimpan balok-balok beton di Karang Scarborough. Filipina tidak bisa berbuat banyak. Konflik antara China dengan Filipina di Scarborough serta China dengan Jepang di Pulau Senkaku, diperkirakan akan terus meningkat. Tak ada garansi bagi NKRI untuk tidak terimbas dari konflik-konflik diatas. Suka tidak suka atau siap tidak siap maka TNI haruslah Siaga demi menjaga kedaulatan negara.




























Renstra Perisai Pertahanan Udara
Kita menyadari kondisi SAM Indonesia saat ini memang memprihatinkan, karena mengandalkan S-60 retrofit, Bofors, Grom dan RBS-70 yang sudah tua. Ada pembelian startreak serta oerlikon skyshield, namun itu pun untuk pertahanan jarak pendek. Wajar jika dikatakan jauh dari harapan memiliki perisai udara sekaligus pemukul dengan daya mematikan hingga pada pusat atau titik serangan berasal.









Usulan pengadaan pertahanan udara jarak menegah, sebenarnya sempat dilontarkan oleh Arhanud, karena situasi modernisasi alutsista sangat membutuhkan pertahanan menengah-jauh. Namun siapakah nantinya memegang sistem pertahanan udara jarak menengah-jauh ini masih dilematis. Apakah di tangan Arhanud TNI AD atau di tangan TNI AU yang memang memiliki tugas pertahaan wilayah.










Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin sempat menyinggung tentang perlunya rudal jarak menengah. Dan sebagian pengamat alutsista dalam negeri menyimpulkan jika, Sistem anti-udara S-300 family buatan Rusia lebih patut dijadikan kandidat diantara sekian pilihan. Konflik di Suriah menunjukkan S-300 merupakan senjata deteren bagi pihak lawan.





Untuk sistem rudal sejak dulu Indonesia telah dekat dengan Uni-Soviet/Rusia. Jika pada tahun 1960-an TNI memiliki rudal antikapal permukaan KS-1 Komet dan rudal anti-udara jarak pendek, kini TNI memiliki Yakhont dan seharusnya rudal anti-udara jarak menengah. Tujuan dari sistem senjata anti-udara jarak menengah-jauh ini, tidak lain untuk objek vital nasional yang bersifat strategis.

Untuk unsur pasukan, Kualitas dan jumlah personel pertahanan: Kostrad, Marinir, Paskhas terus ditingkatkan diselaraskan dengan keberadaan komponen Cadangan Pertahanan.






Tidak kalah penting adalah meningkatan kemampuan industri militer dalam negeri seperti: LAPAN, Pindad, PT PAL, PT DI, BPPT, PT Dahana dan sebagainya. Diharapkan pada renstra 2, tank medium Pindad telah menemukan bentuknya. Begitu pula dengan kapal selam Changbogo yang sudah diproduksi di dalam negeri, Roket Rhan, C-705 anti-kapal serta kelanjutan setelah prototype IFX.
























Renstra Pertahanan Laut Semesta







TNI AL rancang Pemekaran Armada Laut berupa pembentukan Komando Pertahanan Laut (kohanla). Tugasnya untuk mengkoordinasi armada - armada yang ada di Indonesia. Dalam sistem sebelumnya, garda laut Indonesia dibagi menjadi dua yaitu Armada Barat (Armabar) yang berbasis di Jakarta dan Armada Timur (Armatim) yang berbasis di Surabaya. Rencananya, sistem Komando Pertahanan Laut (kohanla) akan membuat satu armada baru di tengah yang berbasis di Makassar. Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksmana Pertama Untung Suropati menjelaskan kalau rencana tersebut tinggal menunggu persetujuan final dari Presiden.
Pengembangan postur ini otomatis akan diikuti oleh strata kepangkatan. Untuk Kohanla akan dipimpin oleh perwira tinggi dengan pangkat bintang tiga atau laksamana madya (laksdya). Dan untuk tiap armada dipimpin oleh perwira tinggi bintang dua atau laksamana muda (laksda).


Selain pemekaran armada, TNI AL juga membangun satu pasukan Marinir (pasmar) baru, yaitu Pasmar III yang berlokasi di Sorong, Papua Barat. Selain di Sorong, atas perintah Presiden, Marinir juga dimekarkan di Batam. Ditargetkan tahun ini sudah selesai pembangunan dan bisa difungsikan satu batalion infanteri-10 di Pulau Setoko, Batam. Rencana ini mendapat sambutan positif dari kalangan pemerhati militer di tanah air. 
Saat ini TNI AL memiliki kekuatan dua armada tempur yaitu armada barat dan timur dengan alutsista utama 154 KRI dan 209 KAL, 2 divisi Marinir dan sebaran pangkalan yang merata.
Renstra kekuatan tiga armada itu adalah :








Armada Barat
Pangkalann utama di Tanjung Pinang dan Belawan, pangkalan pendukung Dumai, Batam, Natuna, Lhok Seumawe, Sabang, Padang, Mempawah. Jumlah KRI berkisar 80-85 KRI dari berbagai jenis (Fregat, Korvet, KCR, LPD, LST). Wilayah pengawasan Armada barat adalah Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Natuna, Selat Karimata dan Pantai Barat Sumatera diperkuat dengan 3 Brigade Marinir.



Armada Tengah
Pangkalan utama di Surabaya dan Jakarta, pangkalan pendukung Makassar, Balikpapan, Tarakan, Bitung, Cilacap, Teluk Lampung dan Benoa. Armada Tengah diperkuat dengan 85-90 KRI dari berbagai jenis termasuk satuan kapal selam, kapal rumah sakit. Wilayah pengawasannya adalah Selat Sunda, Laut Jawa, Pantai Selatan Jawa, Selat Bali, Selat Lombok, Selat Makassar dan Laut Sulawesi. Armada Tengah diperkuat dengan 4 Brigade Marinir.








Armada Timur
Pangkalan utama di Ambon dan Kupang, pangkalan pendukung di Merauke, Jayapura, Sorong dan Ternate. Sebaran KRI berkisar antara 82-85 KRI dari berbagai jenis (Fregat, Korvet, Kapal Selam). Wilayah pengawasan adalah Laut Timor, Laut Arafuru, Laut Banda, Laut Maluku, Pantai Utara Papua. Mengingat kontur laut di wiayah ini adalah laut dalam maka KRI yang beroperasi adalah dari jenis Fregat dan Korvet. Armada Timur diperkuat dengan 3 Brigade Marinir.







Jumlah seluruh KRI yang dimiliki 3 armada tempur itu berkisar 250 KRI. Ini adalah jumlah minimal yang akan mengisi ketiga armada tersebut, sementara dalam Buku Putih Kemhan jumlah kekuatan KRI yang harus dipunyai oleh TNI AL adalah 274 KRI. Dari jumlah KRI sebanyak itu, persentase jenis FPB (Fast Patrol Boat) adalah yang terbesar, yaitu minimal ada 100 FPB yang mengisi arsenal TNI AL, semuanya dilengkapi peluru kendali dari jenis C-802.




Untuk pemenuhan KRI kelas FPB, secara teknis tidak mengalami hambatan karena TNI AL punya 4 Fasharkan yang sudah berpengalaman memproduksi FPB. Artinya alutsista ini dapat dipenuhi dengan memaksimalkan seluruh potensi galangan kapal dalam negeri. Secara maksimal PT PAL dan Fasharkan dapat memproduksi 12-15 FPB 57/FPB 60 per tahun. Ini merupakan kebanggaan tersendiri karena sejatinya kita sudah mampu membuat kapal perang sampai setingkat LPD, bahkan saat ini sudah memproses pembuatan kapal perang jenis light fregat bekerjasama dengan Schelde Belanda.






Untuk menuju kekuatan tiga armada itu TN AL sudah melebarkan sayapnya dengan membentuk pangkalan-pangkalan baru yaitu Teluk Bayur, Kupang, Merauke, Tarakan. Sesuai skenario sebaran KRI maka setiap pangkalan pendukung ditempatkan secara permanen satuan KRI minimal ada 3 korvet/Fregat dan 5 FPB untuk mengawasi perairan di sekitarnya. Di pangkalan pendukung itu akan ditempatkan 1 batalyon pasukan marinir pertahanan pangkalan. Sementara di pangkalan utama ada barisan Korvet, Fregat, FPB, LPD, Kapal Selam dan lain-lain yang dikawal satuan Marinir setingkat brigade lengkap dengan persenjataannya (Tank Amphibi, Panser Amphibi, Rudal, Howitzer).
Sejak tahun 2011 kita sudah menerima senjata strategis Marinir berupa 50 Tank Amphibi BMP-3F, 1200 Rudal QW3, 20 RM Grad, 60 Howitzer. Marinir juga akan melakukan retrofit pada sejumlah Tank Amphibi yang dimilikinya agar menjadi alat pukul yang memiliki power strike. TNI AL diprediksi akan menerima 4 Kapal Selam baru. Jumlah kapal selam ini akan terus ditambah sampai mencapai jumlah 12 unit. Proyek Korvet Nasional sudah dimulai tahun 2010 dengan pembuatan 2-3 korvet setiap tahun di PT PAL. TNI AL juga memesan 8 kapal jenis trimaran buatan dalam negeri, 11 LST buatan PAL dan 27 Kapal Cepat Rudal.






Dengan semua rencana strategis itu diharapkan pada tahun 2014 kekuatan TNI AL yang kuat, besar dan profesional akan mulai terlihat bentuknya dan akan semakin sempurna pada lima tahun berikutnya. Kita sangat berharap rencana strategis yang dibutuhkan untuk pengawal lautan ini dapat diwujudkan dengan mengutamakan pemberdayaaan indutri Hankam dalam negeri yang secara defacto kita sudah mampu mengorbitkannya. Tinggal bagaimana para decision maker di jajaran TNI AL dan petinggi Kemhan mampu mengoptimalkan PT PAL, PT DI dan Pindad sebagai industri hankam strategis untuk perkuatan alutsista. 
Dalam kesempatan lain terungkap jika Mabes Tentara Nasional Indonesia baru-baru ini merencanakan pemutakhiran Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Pontianak menjadi pangkalan utama (lantamal) di perbatasan dan mendirikan pos-pos tambahan di sepanjang rentang batas Malaysia.
Tiga markas AL sedang dibangun, termasuk markas di Teluk Batang, sebagai peningkat kualitas dan kuantitas pertahanan Indonesia.

“Pangkalan angkatan laut adalah salah satu komponen Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) yang mendukung sistem persenjataan lainnya seperti kapal, pesawat tempur, dan marinir ” .

Pembangunan Lanal Teluk Batang akan meliputi sarana “5R”: refuel (pengisian bahan bakar), replenishment (penambahan bekal), repair (perbaikan), rest (peristirahatan), dan recreation (rekreasi). Fungsi kritis pangkalan nantinya adalah tempat berlabuh, pemeliharaan, perbekalan, perawatan personil, dan pembinaan pangkalan.

Lanal Teluk Batang akan diposisikan sebagai pendukung utama untuk keperluan administrasi dan logistik TNI-AL untuk melayani kapal, pesawat, dan personil kelautan. Pangkalan ini, sebagai pusat logistik untuk keamanan maritim di wilayah tersebut, akan menggunakan infrastrukturnya untuk memaksimalkan potensi maritim bersama organisasi AL lainnya.
Lanal Teluk Batang diharapkan memperkuat keamanan maritim sekitar, yang didukung oleh infrastruktur administratif. Pembangunan baru akan memfasilitasi protokol komunikasi modern, transportasi personil dan barang, layanan kirim surat, air minum, gas, dan listrik. Pangkalan ini juga akan memiliki pipa bahan bakar bensin dari Pertamina.
Menurut pejabat TNI, gedung-gedung di pangkalan harus dapat memberikan perlindungan dan keamanan dari ancaman yang datang dari darat, laut, dan udara. Pangkalan ini akan dikelilingi tembok padat, kawat berduri, pos keamanan, sistem pencegah kebakaran, serta sarana pertahanan udara dan pantai. Rencana sedang dikerjakan untuk mendirikan dermaga yang mampu memfasilitasi berlabuhnya 10 kapal perang secara bersamaan dan menjadi pengendali operasi taktis secara efisien.




Kemudian, prajurit Angkatan Laut akan didukung oleh 350 tank BMP 4F; 17 tank amfibi; 320 kendaraan amfibi lapis baja; 800 misil QW3; 40 Grad RM; dan 75 Howitzer. Inventaris tambahan mencakup 32 frigat; 56 corvette; 82 kapal patroli cepat yang dipersenjatai misil; enam kapal selam; dan 48 kapal logistik serta transportasi. Untuk modernisasi, TNI AL juga memesan 2 PKR Sigma ke Belanda serta membeli 3 light frigate Nakhoda Ragam Class dari Inggris. Sementara untuk urusan kuantitas, TNI AL membangun kapal-kapal kecil dengan kemampuan serang rudal. 
Diharapkan pada tahun 2013 ini KCR-60 pertama pesanan TNI AL sudah bisa diluncurkan plus dengan kemampuan serang rudal. Adapun untuk Marinir, pasukan ini mendapatkan tambahan 17 Tank BMP-3F. 
Marinir membutuhkan 95 tank sejenis BMP, yakni 81 unit tipe BMP-3F, 10 unit tipe BMP-3FK, dan 4 unit tipe BREM-L dan akan penuhi secara bertahap.



Renstra Anggaran Pertahanan
 

Mari sejenak melihat dari sisi realistis rencana strategis pada anggaran yang sudah digulirkan, untuk membentuk satu pandangan selaras pada satu kesimpulan sebelum disempurnakan menjadi seuah simbol kebangkitan. Budget Renstra 1 2010-2014 untuk modernisasi Alutsista TNI, dianggarkan Rp 156 triliun, dengan Base Line Rp. 99 triliun dan On–Top Rp 57 triliun. Alhasil alutsista yang datang pada renstra 1 cukup membanggakan. Pemerintah Indonesia membagi tiga tahapan Rencana Strategis (Renstra) dalam pembangunan Minimum Essential Force (MEF) untuk membentuk kekuatan pertahanan yang memadai. 
Fokus dari MEF ini adalah menitikberatkan pembangunan dan modernisasi alutsista beserta teknologinya, untuk menghadapi ancaman aktual di beberapa flash point. Diantaranya, permasalahan perbatasan wilayah negara, terorisme, separatisme, konflik horisontal/komunal, pengelolaan pulau kecil terluar, serta turut serta dalam bantuan bencana.

















Renstra II merupakan titik krusial yang bila dilalui dengan benar, akan membuat postur pertahanan Indonesia mandiri dan semakin berwibawa. Namun tantangan di renstra II ini sangat berat jika menilik hal yang terjadi dewasa ini. Namun apapun alasannya, segala hal itu pantas dilakukan demi tegak dan utuhnya NKRI.


Dalam upaya peningkatan kemampuan tempur laut, saat ini Kementerian Pertahanan sedang menggarap proyek kapal selam Changbogo dengan Korea Selatan. Ditargetkan pada tahun 2015, kapal selam ketiga akan dibangun di PT PAL Surabaya, Jawa Timur. Begitu pula dengan kapal perang Perusak Kawal Rudal Sigma Belanda yang diharapkan bisa dibangun di Indonesia, menjadi program Korvet nasional atau Frigate Nasional. Jika India dan China telah membangun kapal induk, tentu sangat wajar jika Indonesia memiliki destroyer atau the real frigate yang memiliki kemampuan pertahanan dan persenjataan yang baik. Indonesia harus berpikir out of the box dan jangan menyamakan alutsistanya dengan negara-negara kecil. Negara besar harus memiliki pertahanan yang kuat tapi teduh. Sekali -kali Indonesia-lah yang mengambil inisiatif dan angkatan bersenjata lain yang mengikuti. Keberadaan Destroyer akan menjadi lompatan bagi TNI AL sekaligus pelindung bagi armada laut Indonesia. Moto “di Laut Kita Jaya”, akan kembali dengan keberadaan destroyer ini. Operasi destroyer ini akan dijaga oleh kapal selam kilo class/ amur class yang sudah ditawarkan oleh Rusia untuk Indonesia. 
Kasal menyampaikan kepada warga Hiu Kencana tentang pembangunan kekuatan TNI Angkatan Laut ke depan, termasuk pemenuhan kebutuhan alutsista kapal selam. Hal ini sangat diperlukan mengingat georafik Indonesia sebagai negara kepulauan sehingga sangat diperlukan suatu pertahanan negara yang efektif dan berdaya tangkal tinggi, yang harus ditopang oleh strategi pertahanan negara yang tepat dan mampu memaksimalkan pendayagunaan seluruh sumber daya nasional dalam penyelenggaraan pertahanan negara.


" Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka TNI Angkatan Laut dalam waktu dekat akan mengadakan 3 buah kapal selam yang canggih untuk menambah kekuatan kapal selam yang telah ada saat ini. Kapal selam yang dibangun saat ini memiliki tingkat kesenyapan dengan radiated noise level yang rendah, tingkat kemampuan penghindaran deteksi (silent and stealthy), memiliki persenjataan yang mematikan (deadly), dapat beroperasi secara individu, tidak membutuhkan escort atau perlindungan baik oleh kapal permukaan maupun oleh pesawat udara ".



“Kapal selam bagi bangsa Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dipungkiri, karena akan menimbulkan efek daya tangkal (detternce effect) sekaligus dapat memberikan pengamanan yang optimal di laut ".

Kasal menjelaskan bahwa rencana strategis TNI Angkatan Laut dalam membangun kapal selam ke depan sesuai MEF (Minimum Essensial Force), adalah pengadaan 3 kapal selam Kelas Changbogo yang merupakan turunan dari kapal selam tipe 209. Dibangun secara bertahap, 2 buah akan dibangun di negara Korea Selatan produksi Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME), dan 1 akan dibangun di PT PAL Indonesia, Surabaya guna memaksimalkan pemanfaatan industri pertahanan dalam negeri sekaligus untuk Transfer of Teknologi. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam mengoptimalkan industri pertahanan dalam negeri menuju kemandirian industri alutsista.


Kapal selam begitu vital dan urgen pengadaannya karena  efisien dan  juga mampu membawa personel pengawak yang cukup banyak dan tim-tim khusus dengan akomodasi yang memadai. Dengan begitu, dapat digunakan untuk operasi-operasi infiltrasi dan sabotase.

Kapal selam bagi Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dipungkuri, karena akan menimbulkan efek daya tangkal sekaligus memberikan pengamanan yang optimal di laut.

Dalam perencanaan strategis TNI AL sesuai dengan kekuatan pokok minimum membutuhkan kekuatan kapal selam sebanyak 5 unit yakni 3 unit pengadaan baru dan 2 unit direvitalisasi. Namun dalam postur ideal, menurut Marsetio, TNI AL membutuhkan kekuatan kapal selam sebanyak 10 unit yang baru.


Pengadaan kapal selam melalui Pinjaman Luar Negeri/Kredit Ekspor (PLN/KE) yang saat ini sedang berjalan di Korea Selatan sebanyak 1 unit. Berdasarkan rencana pemenuhan kekuatan pokok minimum TNI AL tahun 2010-2014 akan dibangun kapal selam diesel elektric (DE) yang sudah terkontrak 3 unit dan akan berakhir hingga tahun 2017.


Sementara Pangarmatim, Laksda TNI Agung Pramono mengatakan kapal selam merupakan alutsista TNI AL memiliki sifat atktis khusus dengan reka bentuk dan tingkat teknologi yang dapat melaksanakan berbagai operasi dengan tingkat kerahasiaan tinggi dan resiko tinggi. Karena itu, dalam pelaksanaannya diperlukan pengawak yang memiliki profesionalitas yang tinggi pula.
Sejak berdiri Satuan Kapal Selam pada tahun 1959 hingga saat ini, fasilitas pangkalan khususnya untuk pelatihan awak kapal selam amat sangat kurang. Begitu kurangnya frekuensi operasi unsur-unsur Satuan Kapal Selam dapat berimplikasi pada terjadinya degradasi kemampuan dan profesionalisme pengawak kapal selam.


Mantan KSAL, Laksamana TNI (Purn) Sumardjono mengingatkan bahwa anggaran jangan dijadikan alasan pembenar untuk tidak bisa bangkit memenuhi kebutuhan alutsista dalam memperkuat postur pertahanan. 


“Indonesia perlu melangkah menuju kemandirian nasional dalam memenuhi kebutuhan peralatan pertahanan ” .






Menjemput  Kapal Selam  Rusia


Pengamat Militer Indonesia beramai-ramai menyarankan kepada pemerintah Indonesia khususnya TNI AL untuk menerima hibah 10 unit kapal selam dari Rusia.



“Kalau pengadaan kapal selam masih kurang dari 18 unit masih bisa diterima karena masih dalam batas kebutuhan sesuai geografis Indonesia sebagai negara maritim ”.

KSAL Marsetio menyatakan telah mendapat perintah dari Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro untuk meninjau kemungkinan untuk menerima hibah 10 unit kapal selam dari Rusia.


Rencana kehadiran destroyer di Angkatan Laut sekaligus penggentar bagi pihak asing yang mencoba-coba merebut wilayah Indonesia,merupakan surprise yang sesungguhnya telah terkirakan oleh negara-negara tetangga efeknya. Sudah waktunya pula bagi Australia untuk mengubah cara pikir mereka, bahwa Indonesia adalah negara lemah yang kekuatan militernya di bawah mereka. Dari proyeksi pertahanan Amerika Serikat atas kekuatan China, maka realistisnya Indonesia yang lebih membutuhkan destroyer dibanding Australia, untuk menstabilkan Laut China Selatan.

Pengadaan destroyer ini dapat disertakan dengan pembelian Helikopter Serang Apache AH-64E. Kalau AS mengijinkan Indonesia menggunakan Apache AH-64E, maka sangat wajar jika Indonesia meminta pembelian Destroyer. Indonesia harus ikut berperan aktif dalam pengamanan Laut China Selatan. Keberadaan Destroyer harus dikaitkan dengan pengamanan Laut China Selatan. Pihak TNI pernah meninjau destroyer milik AS. Chuck hagel juga kabarnya sempat menawarkan kapal perang kepada Indonesia, saat kontrak pengadaan Helikopter Serang Apache AH-64E.




Hal lain yang menjadi sorotan dari pertahanan Indonesia setelah pengadaan destroyer lautan adalah tidak adanya pertahanan anti-udara jarak menengah. Kasus rencana serangan AS ke Suriah, menunjukkan betapa pentingnya sistem pertahanan jarak menengah sepeti S-300. Vladimir Putin saja mengakui sistem pertahanan S-300 menjadi faktor yang strategis bagi posisi pertahanan Suriah. Tidak heran, Iran pun mati-matian ingin mendapatkan sistem pertahanan anti-udara S-300 family.

Renstra TNI AD








Sebagai pemilik strategi dasar pertahanan suatu negara maka Matra Darat, merupakan komponen vital dari angkatan bersenjata Indonesia, memiliki perkiraan jumlah pasukan sebanyak 180.000, Brigadir Kavaleri, cadangan strategis, dan unit-unit lain yang telah terlibat dalam operasi sejak perjuangan negara ini untuk meraih kemerdekaan. Angkatan Darat sedang mengembangkan Tank Medium Pindad bekerjasama dengan Turki. Sementara di bidang peroketan, Indonesia sedang mengembangkan Roket Lapan, Rhan serta C-705.
Peningkatan anggaran ini memberikan inventaris yang berikut: tiga divisi komando strategies; 150 batalyon pasukan serbu; 200 tank perang utama yang akan disebar di Kalimantan dan Nusa Tenggara Barat; 540 kendaraan lapis baja yang dibuat oleh Pindad untuk batalyon infanteri mekanik; 320 kendaraan dengan meriam; 890 meriam dan artileri howitzer; 720 misil NDL; 20 helikopter tempur MI35; 26 helikopter transportasi MI17; 1.300 misil anti-tank; 60 misil anti-pesawat baru; dan 700 misil strategis jenis Pindad-Lapan.

















Pulau Kalimantan yang memiliki perbatasan darat dan laut dengan Malaysia akan diperkuat dengan 50 ribu pasukan organik dibagi menjadi 2 Kodam (Komando Daerah Militer). Kodam Tanjungpura berpusat di Pontianak dengan wilayah Kalbar dan Kalteng sedangkan Kodam Lambung Mangkurat di wilayah Kalsel dan Kaltim berpusat di Balikpapan.











Masing-masing Kodam diisi dengan 5 brigade tempur dimana masing-masing brigade akan diperkuat dengan 3 batalyon infantri, 1 batalyon artileri dan 1 batalyon kavaleri termasuk 2 resimen rudal lapan yang digelar sepanjang perbatasan Indonesia - Malaysia.






Menurut Panglima TNI, disamping Kalimantan, Papua juga akan diperkuat dengan penambahan 1 divisi pasukan Kostrad sebagai pasukan pemukul. Untuk Kalimantan, TNI AD ditopang TNI AU yang diperkuat dengan 1 skuadron Hawk100/200 di Pontianak, 1 skuadron Super Tucano berkedudukan di Tarakan dan akan ditambah dengan 1 skuadron F16 CD di Balikpapan. Penerbad juga memperkuat diri dengan menempatkan 1 skuadron Heli Tempur di Berau Kalimantan Timur. Papua sendiri dalam strategi nasional TNI sangatlah dirahasiakan unsur-unsur kekuatan riilnya.











Pangkalan TNI AL di Tarakan diperkuat dengan 10 KRI untuk patroli di perairan Ambalat telah sanggup mengcover setiap panggilan tempur dari TNI AD sehingga kekuatan laut dapat mencapai daratan disekitar perbatasan jika ada kekuatan asing menerobos melalui daratan. Khusus di pulau Tarakan saat ini sudah eksis 1 batalyon infantri, 1 batalyon marinir, 1 batalyon brimob, satuan radar dan beberapa unit pesawat tempur yang siaga penuh menghadapi kondisi Ambalat.













TNI AD akan menempatkan satu batalion tank di perbatasan antara Kalimantan Timur di Indonesia dan Sabah di Malaysia. TNI AD juga akan menempatkan skuardron helikopter tempur untuk memperkuat pengamanan di perbatasan RI-Malaysia.
Batalion tank Leopard, skuadron helikopter tempur dan rudal penghancur tank, akan melengkapi penjagaan kedaulatan bangsa Indonesia di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Timur. Dalam kunjungannya di perbatasan Kalimantan Timur Indonesia dan Sabah Malaysia, Panglima Daerah Militer VI Mulawarman mengatakan, batalion Mulawarman akan menjaga perbatasan dengan diperkuat sebanyak 44 tank Leopard.




Pengadaan tank di perbatasan tersebut sudah harus dituntaskan Oktober 2013 mendatang. Personel penjaga perbatasan RI-Malaysia itu akan dilengkapi tiga batalion gabungan infanteri dan artileri, yang memiliki persenjataan anti-tank.
Sesuai dengan blue print pertahanan, Indonesia untuk rencana strategis 5 tahun kedepan akan menambah secara besar-besaran arsenalnya antara lain penambahan 42 KRI, 2 kapal selam, 16 Super Tucano, 16 Yak 130, 22 F16 CD, 10 Sukhoi, 20 Hercules dan 2 pesawat intai strategis.







RENSTRA  KOGABWIL TNI

Sementara itu sebagai bagian dari strategi pertahanan nasional TNI, mabes TNI merencanakan akan memindahkan Komando Gabungan Wilayah (Kogabwil) Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Aceh. Sebelumnya Kogabwil berada di Pekanbaru, Riau.
Kogabwil merupakan pangkalan militer untuk mengamankan perbatasan, terutama mengamankan lalu lintas perairan seperti selat malaka yang merupakan jalur internasional yang tersibuk dilintasi kapal-kapal lintas negara.
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko usai menghadiri pelepasan pelatihan pasukan Raider di Blang Padang, Banda Aceh membenarkan rencana pemindahan Kogabwil tersebut.
Menurut penjelasan Panglima TNI, pertimbangan pemindahan pangkalan militer tersebut mengingat Aceh merupakan wilayah yang terdekat dari selat malaka. 




"Selat malaka itu sudah menjadi isu internasional, maka penting untuk menjaga kredibilitas kita " .


Bila nantinya akan dipindahkan, semua fasilitas pendukung akan digeserkan ke Aceh. Demikian juga akan ada penambahan perlengkapan perang lainnya.
Pemerintah Indonesia melalui Kemenhan akan terus menambah sejumlah peralatan perang di Indonesia. Kalau proyek itu terealisasi, maka Indonesia bolehlah berbangga hati karena telah move-on. Tapi jika tidak berhasil, berarti kemampuan negeri ini baru sebatas membeli alutsista, dan akan semakin tertinggal dari negara-negara “satu lechting”, seperti; India, Pakistan, Iran, Turki, China, Korea Selatan, bahkan Korea Utara.


Pekerjaan rumah lainnya bagi pertahanan Indonesia adalah mengintegrasikan berbagai alutsista, di tengah kebijakan pengadaan alutsista yang menganut azas, perimbangan sumber dari negara barat dan Rusia. Perimbangan pengadaan alutssita dari dari negara barat dan Rusia ini, sebenarnya bisa dikatakan membuat pusing kepala. Bayangkan saja, anda membeli dua alat berteknologi canggih dari luar negeri yang mana anda tidak bisa membuatnya. Setelah anda beli, kedua alat itu harus anda integrasikan. Tentu ini tantangan yang berat dan perlu dikaji kembali. TNI harus memiliki platform yang jelas bagi sistem pertahanan laut, darat dan udara, untuk bisa diintegrasikan.

Pada renstra 2 akan ada pembentukan dan penempatan pasukan di beberapa wilayah strategis, seperti Divisi III Marinir di Sorong Papua. Sebanyak 15.000 pasukan marinir akan ditempatkan secara bertahap, untuk mendukung keamanan dan pertahanan di komando wilayah laut timur. Angkatan Laut juga membangun Pangkalan Kapal Selam baru di Palu, Sulawesi Tengah.





Sementara Angkatan Darat terus mengembangkan pasukan di bawah Kodam XII Tanjungpura yang berbatasan dengan Malaysia. Antara lain, Denzipur-6/SD di Anjungan menjadi Yonzipur di Mempawah, kemudian validasi Yonarmed 16/105 menjadi Yonarmed 16/Komposit di Ngabang, Kabupaten Landak serta pengembangan Denkav-2 Pontianak menjadi Yonkav. Kodam XII TPR bermarkas di Kabupaten Kubu Raya membawahi provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Komando Militer Tanjungpura di Kalimantan Barat berencana menempatkan lebih banyak prajurit dan mendirikan pos perbatasan lebih banyak di sepanjang perbatasan sejauh 966 kilometer antara Provinsi Kalbar dan Sarawak, Malaysia. Jumlah pos perbatasan akan ditambah dari yang saat ini 33 menjadi 42. Personil TNI akan berjaga di pos-pos tersebut, yang didukung oleh pesawat pengintai tak berawak.



" Untuk meningkatkan pertahanan di Indonesia, kita akan terus tambah perlengkapan militer di Indonesia, Pada awalnya pencapaian MEF ditargetkan selesai dalam tiga kali renstra (2009-2024). Namun, ternyata bisa dicapai dalam dua kali renstra (2009-2019). Saya yakin MEF bisa tercapai pada 2019 " . 




Pencapaian MEF yang lebih cepat lima tahun dari yang ditargetkan itu merupakan sebuah terobosan dan keberhasilan berkat besarnya APBN yang digelontorkan ke Kemhan, meski pada 2012 lalu pencapaian MEF tak sesuai rencana.
Menhan pun meyakini kekuatan alutsista TNI AU hingga semester I 2014 mendatang dalam rangka kekuatan pokok minimum (Minimum Esensial Force/MEF) akan mencapai 40 persen.
Terlebih, lanjut dia, TNI AU telah menerima empat unit pesawat tempur taktis Super Tucano. Diharapkan pada 2014 nanti 14 jenis alutsista akan menambah kekuatan TNI AU, seperti pesawat tempur, pesawat angkut, helikopter, pesawat latih, pesawat intaidan pesawat tempur lainnya.

"Saat ini TNI AU telah menerima empat unit pesawat Super Tucano. Diharapkan pada akhir 2013 atau awal 2014 akan tiba delapan unit lagi, sehingga tercapai satu skadron atau 16 unit ".


Hingga 2014 mendatang pada akhir masa kabinet ini, diperkirakan ada sekitar 45 alutsista bergerak, baik untuk TNI AU, TNI Angkatan Laut maupun TNI Angkatan Darat. Renstra TNI 2010-2014 memberikan nuansa pelangi terhadap komparasi alutsista yang akan diperbaharui yaitu adanya diversifikasi terhadap jenis alutsista produksi dalam negeri , dari Rusia, China dan Amerika Serikat. 

Dalam rencana strategis itu diungkapkan bahwa TNI akan memenuhi kebutuhan armada kapal perang dengan memesan 35 Kapal Cepat Rudal Trimaran ukuran 60 meter, 40 Kapal Patroli Cepat Rudal ukuran 40 meter dan 15 Korvet semuanya produksi dalam negeri. Sementara 2 kapal selam kelas Kilo dari Rusia dan dipastikan hadir bertahap sejak tahun 2013 ini.

Untuk Kapal Cepat Rudal Trimaran dan Patroli Cepat adalah produksi swasta nasional, masing-masing akan dilengkapi sepasang rudal buatan China dan Rusia, sementara Korvet adalah produksi PT PAL Indonesia, Angkatan Udara Indonesia akan diperkuat dengan pembelian 22 F16 CD dari Amerika Serikat dan 12 pesawat angkut Hercules. Saat ini TNI AU memiliki 10 F16 AB dan 38 Hercules berbagai seri.
Melengkapi skuadron tempur kelas berat, 2 pesawat tempur SU-30 dari Rusia tiba di Pangkalan AU Makassar. Dengan kedatangan 2 penempur Sukhoi itu dari 16 yang direncanakan, kini TNI AU memiliki 16 Sukhoi dan merencanakan akan terus menambah pesawat tempur sejenis ini sampai mencapai 48 buah ( 4 skuadron).







YA BENAR, TNI memang sedang mempersiapkan diri, memperbaharui alutsistanya. Dan segala usaha ini pantaslah mendapat dukungan dan apresiasi dari seluruh elemen bangsa ini. Memuaskan dahaga akan hausnya alutsista mumpuni, agar tetap jaya negeri tercinta ini. DIRGAHAYU TNI ke - 68, JAYALAH TNI, JAYALAH NKRI.......









(berbagai sumber berita dan foto pengaya)

1 komentar:

  1. saya bangga melihat kekuatan militer indonesia telah bangkit dan moderenisasai alutsista ...smogga ke depan nya militer negara kita bisa menbuat dunia gemetar
    saya juga hrap kita mempujai alutsista baru dan garang ...kita hrus mnbeli senjata dari rusia,bukan amerika yg suka embargo ,itu sngat merugikan kita
    apa lg saaat meletus perang ,kita di embargo...gmna kita mw mnang lw di embargo..jdi kita belajar dari pahit nya timtim

    BalasHapus