15 Agustus 2013

PEMBANTAIAN DI MESIR = PEMBUNUHAN DEMOKRASI BESAR-BESARAN



Dunia kembali tersentak dengan tragedi yang mencederai kemanusian tanggal 14 agustus 2013 di 12 kota secara serentak di mesir. Yakni, aparat militer melakukan dengan sadar dan sengaja Pembantaian secara sistemik kepada para pelaku Demonstrasi damai pendukung Presiden Moursi yang digulingkan rezim militer. Aksi kekejaman yang dilakukan militer Mesir yang notabene telah meng-kudeta pemerintahan presiden Moursi telah memantik situasi yang mengerikan dikalangan rakyat sipil Mesir. Berimbas pada meningkatnya aksi kekerasan dan berada pada situasi terburuk disepanjang sejarah eskalasi konflik politik di Mesir. Ikhwanul Muslimin menyebutkan 525 warga 
pendukung mursi telah ditembaki hingga tewas oleh para sniper, aparat militer, polisi dan para anggota anti- mursi dan juga tak kurang dari 10.000 orang terluka akibat tindakan brutal aparat bersenjata.
Kementerian Kesehatan Mesir sendiri melaporkan ada sekitar 200-an yang terbunuh akibat serangan militer kepada para demonstran yang beraksi damai itu.
Lazimnya, jumlah yang disampaikan oleh pihak pelaku mewakili minimal dari kemungkinan jumlah yang sesungguhnya. Washington Post melaporkan dalam 'breaking news'nya dengan jumlah yang lebih besar, sekitar 500-an orang. Bahkan website militer Mesir sendiri sempat menuliskan sekitar 2.000-an korban. Ckckckkck........gila benar kelakuan Dajjal laknatullah ini.


 
Kenapa proses revolusi, atau reformasi menjadi terlalu rumit, berkepanjangan dan harus menelan korban yang sangat  besar ? Fenomena apalagi yang menimpa saudara-saudara kita di Mesir sementara didekat mereka masih menyala bara pertempuran di Suriah, Irak, Maroko, Yaman dan entah negara mana lagi...
Tentu telah banyak jiwa terhempas mengejang dalam makna kesedihan yang mendalam akibat dari sebuah perselisihan keyakinan, perbedaan pandangan dan kadang sejumput kekuasaan. Tak tampakkah sebuah kekuatan samar yang kadang bisa jadi dalang dari sebuah konflik yang diciptakan karena sebuah KEPENTINGAN ? Mari kita saling menelaah dan saling mencari solusi tanpa harus sibuk menjumlah berapa dan apa yang telah jatuh sebagai korban yang gugur dari sebuah gerakan bernama REVOLUSI. Analis berikut tentu layak untuk dikaji....

Pertama, kita harus menyadari bahwa Mesir memiliki strategi geografis yang sangat krusial. Sebab Mesir dan Turki adalah dua negeri yang dikenal dan dijuluki sebagai penyambung antara dunia barat dan timur. Apalagi, kenyataannya Mesir memiliki perbatasan langsung dengan kedua pihak, Palestina dan Israel, yang merupakan "Hotspot Konflik Dunia" saat ini. Oleh karenanya, siapa yang memenangkan pertarungan Mesir, memberikan warna tersendiri bagi masa depan dunia, khususnya dalam konteks konflik Timur Tengah.

Kedua, Pasca jatuhnya Saddam Husain di Irak dan Moammar Khaddafy di Libya, maka tinggal dua negara yang menjadi penentu di Timur Tengah. Yaitu Arab Saudi di kalangan negara-negara Teluk dan Mesir di kalangan negara-negara non Teluk. Logis jika fakta Persaingan antara kedua negara ini tidak saja hanya secara politik dan ekonomi, tapi merembet kepada persaingan pemikiran pusat epicentrum dakwah Islam sekaligus. Saudi seringkali merasa mewakili pemikiran Islam yang sejati karena di sanalah Rasulullah SAW dilahirkan. Sementara Mesir merasa mewakili sumber ilmu-ilmu Islam dengan universitas Al-Azhar yang terkenal.

Ketiga, walaupun secara sumber daya alam Mesir tidak sekaya negara-negara Timur Tengah lainnya, bahkan tidak sekalipun dengan Sudan yang kaya minyak, tapi Mesir memiliki modal besar yang tidak dimiliki oleh negara-negara Timur Tengah lainnya. Yaitu sumber manusia yang hebat karena Mesir merupakan negara berpenduduk terbesar di Timur Tengah, dan paling banyak memiliki sarjana setelah Palestina.

Keempat, dalam sejarah konflik Timur Tengah, Mesir memiliki keterkaitan dan keterlibatan langsung, dan seringkali menjadi tumpuan bagi pihak-pihak berkepentingan. Bahkan serangan Israel ke Gaza terakhir hanya dapat dihentikan dengan keterlibatan langsung Presiden Moursi atas permintaan Menlu AS, Hillary Clinton, saat itu. Sehingga diyakini bahwa pertarungan yang terjadi di Mesir juga memiliki konsekwensi langsung terhadap konflik Timur Tengah.

Kelima, beberapa negara di Timur Tengah memilih mengambil sikap 'munafik' dalam merespon kejadian-kejadian mutakhir di Mesir. Salah satu negara termaksud adalah Saudi Arabia, yang justru memberikan dukungan kepada militer Mesir pascakudeta Presiden Moursi yang sah. Fakta ini juga terjadi pada AS sebagai payung Saudi dengan dukungan yang sama pada coup d'etate pada mulanya. Baru setelah mendapat sorotan umat di berbagai belahan dunia, maka sekolompok ulama Saudi dengan hati-hati mengeluarkan pernyataan mendukung Presiden Moursi. Oleh karenanya, ketika sekolompok ulama Saudi mengeluarkan pernyataan mendukung Moursi, dan itu setelah umat memberikan sorotan tajam kepada dukungan pemerintah Saudi kepada militer Mesir, dipandang penuh rekayasa. Disinilah terpetik makna bahwa kemenangan reformasi di Mesir sesungguhnya sebuah petaka yang sangat ditakuti oleh pemerintah Saudi Arabia. Kesimpulan yang mengerucut bahwa fenomena-fenomena ter-update di Timur Tengah, termasuk Mesir dan Suriah, dengan sendirinya memberikan kejelasan akan kegagalan reformasi Timur Tengah, sekaligus menandakan bangkrutnya sebuah makna demokrasi.
Perlu diingat, diwaspadai, dipahami dan dibaca jika : 
Kudeta militer yang dilakukan oleh pimpinan militer Mesir, bukan tidak mempertimbangkan reaksi-reaksi internasional di kemudian hari. Semua telah diperhitungkan secara matang dan terukur nilai plus dan minusnya pada sebuah akhir dari tujuan konspirasi dan kolaborasi dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan dengan sandiwara yang nyaris SEMPURNA.......
Sebagai seorang Muslim dan menikmati arti sebuah demokrasi meski berkadar sederhana ala Indonesia, menyaksikan tayangan kejadian-kejadian terkini di Mesir tentu menyesakkan dada....Memilukan, apalagi jika yang memandang adalah orang-orang bijak yang tinggal dinegeri kampiun demokrasi yang selama ini mengkampanyekan bahkan (jika perlu dan tak sungkan) melakukan aksi militer demi tegaknya sebuah makna DEMOKRASI lalu ternyata mereka GAGAL melindungi proses demokratisasi di Mesir atau lebih tepatnya mereka telah membiarkan demokrasi itu sekarat diambang ajal terbunuh sejumput kepentingan, company dan konspirasi picik kekuasaan berjudul TATANAN DUNIA BARU yang tentu penuh dengan kepalsuan.

Sebagai Muslim, sangat menyakitkan jika selama ini Islam dianiaya dan didzalimi dengan berbagai tuduhan yang tentu tidak sejalan dengan demokrasi. Bahkan kini antithesis demokrasi itu terpakai untuk mengoyak dan menindas aktifis Muslim diseluruh belahan dunia. Akankah ini sebuah kesimpulan bahwa proses demokratisasi di Timur Tengah dan dunia telah mengalami kebuntuan akut ? Atau inilah sebuah pertanda kebangkitan sebuah zaman yang telah dijanjikan kebenarannya tentang sebuah kemenangan setelah lama dimatikan ?? Tentu hanya Allah yang maha mengetahuinya......

Pendukung Morsi Dibantai, Kerusuhan di Mesir Meluas




Menyusul bentrokan berdarah yang terjadi di ibukota Kairo, kerusuhan terus meluas ke wilayah-wilayah Mesir lainnya. Bentrokan antara para pendukung presiden terguling Mohamed Morsi dan aparat polisi hari ini terjadi di kota-kota Alexandria, Minya, Assiut, Fayoum dan Suez, serta di provinsi Buhayra dan Beni Suef. Menurut media pemerintah Mesir, seperti dilansir Reuters, Kamis (15/8/2013), sekelompok orang membakar gedung-gedung pemerintah dan menyerang sejumlah gereja di pinggiran Kairo. Salah seorang tokoh senior Ikhwanul Muslimin Mohamed El-Beltagi menyerukan rakyat Mesir untuk turun ke jalan-jalan guna memprotes kepala militer Mesir, Jenderal Abdel Fattah al-Sisi, yang menggulingkan Morsi pada 3 Juli lalu.
"Demi Tuhan, jika kalian tinggal di rumah-rumah kalian, Abdel Fattah al-Sisi akan mengacaukan negeri ini sehingga menjadi seperti Suriah, Abdel Fattah al-Sisi akan mendorong bangsa ini ke perang saudara sehingga dia lolos dari tiang gantungan ".

Menurut Kementerian Kesehatan Mesir, operasi pembersihan demonstran ke dua kamp di Kairo pada Rabu, 14 Agustus kemarin telah menewaskan lebih dari 200 orang. Namun menurut kelompok Ikhwanul Muslimin, jumlah korban tewas mencapai lebih dari 2.000 orang dan melukai sekitar 10.000 orang lainnya. Kekerasan ini merupakan yang terburuk di Mesir sejak perang dengan Israel pada tahun 1973. Kementerian Kesehatan Mesir mencatat, 278 orang tewas dalam kerusuhan Rabu setelah polisi menindak loyalis Presiden terguling Mohamed Morsi. Jumlah korban tewas terbesar berada di kamp protes Rabaa al-Adawiya di Kairo, dimana seorang koresponden AFP menghitung 124 mayat. Namun, juru bicara kementerian kesehatan Mohammed Fathallah mengatakan, hanya 61 orang tewas di tempat protes itu. Fathallah menyatakan, 21 orang tewas di kamp Nahda Square di Kairo, 18 di Helwan sebelah selatan ibu kota Mesir tersebut dan sisanya di provinsi-provinsi lain. Selain itu, 43 anggota kepolisian juga tewas, kata juru bicara tersebut. Aksi penyerbuan berdarah pasukan keamanan Mesir terhadap demonstran pendukung presiden Mohamed Moursi pada Rabu memantik kecaman tegas dari komunitas internasional. 
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Amerika Serikat, Inggris, Iran, Qatar dan Turki secara tegas mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan pemerintah guna membubarkan demonstran di dua kamp protes di Kairo. Aksi yang disusul dengan pengumuman masa darurat nasional itu telah menewaskan sedikitnya 124 orang, kata wartawan AFP di lapangan, sementara PBB mengatakan jumlah korban jiwa mencapai ratusan.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, yang mendesak kedua pihak untuk menahan diri menyampaikan peneyasalan yang mendalam atas langkah kekerasan yang ditempuh pemerintah Mesir untuk menghadapi demonstrasi yang tengah berlangsung di negara itu .

Amerika Serikat yang sebelumnya mendukung pemerintah sementara Mesir dengan tegas mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan terhadap pemrotes dan mendesak pihak militer untuk lebih menahan diri, kata juru bicara Gedung Putih Josh Earnest.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan dirinya sangat prihatin atas pergolakan dan aksi kekerasan yang terus memburuk di Mesir.

"Saya mengutuk penggunaan kekerasan untuk membubarkan demonstrasi dan meminta pihak keamanan dapat menahan diri ".

Menteri Luar Negeri Swedia Carl Bildt
dalam akun Twitternya menulis :
"tanggung jawab utama berada pada pasukan keamanan rezim, sangat sulit untuk mengembalikan proses politik".

Pesan bernada negatif juga datang dari Qatar :

"Qatar mengecam upaya kekerasan yang dilakukan terhadap aksi demonstrasi damai di kamp Rabaa al-Adawiya dan Al-Nahda dan menewaskan sejumlah orang tak berdosa," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar dalam pernyataan yang dirilis kantor berita resmi QNA.

Turki Mengecam : 
Pemerintah Turki yang juga dekat dengan pemerintahan Moursi mendesak komunitas internasional untuk mengambil langkah cepat atas apa yang mereka sebut sebagai "tindakan yang tidak dapat diterima itu, Komunitas internasional, terutama Dewan Keamanan PBB dan Liga Arab, harus bertindak cepat guna menghentikan pembantaian itu " .

Iran juga menyebut aksi tersebut sebagai sebuah "Pembantaian"

"Iran terus mengikuti peristiwa pahit yang terjadi di Mesir dan tidak setuju atas aksi kekerasan yang dilakukan serta mengutuk pembantaian warga sipil dengan segala konsekuensinya ".
 
Prancis, Jerman dan Italia Menahan Diri Bersikap

"Kekerasan itu perlu dihentikan dan kedua pihak harus diliputi perasaan saling menahan diri " .

Menteri Luar Negeri Italia Emma Bonino : 
"Saya minta kepada mereka yang terlibat di Mesir untuk melakukan segala upaya untuk menghentikan kekerasan dan menghindari pertumpahan darah. Pihak angkatan bersenjata harus menahan diri ".
Indonesia Menyatakan Keprihatinan Atas Gejolak Mesir
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan keterangan pers menanggapi konflik di Mesir di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/8). Presiden telah berkomunikasi dengan Duta Besar Indonesia untuk Mesir agar menjaga warga negara Indonesia dari konflik dan kekerasan yang masih terus berlangsung di negara tersebut.

Filipina Warning 6.000 Warganya Keluar Dari Mesir




Situasi di Mesir kian membahayakan. Pemerintah Filipina mengimbau ribuan warga negaranya yang berada di Mesir untuk meninggalkan negeri itu. Seruan ini disampaikan menyusul pertumpahan darah yang menewaskan lebih dari 450 orang pada Rabu, 14 Agustus kemarin.

Departemen Luar Negeri (Deplu) Filipina meningkatkan level peringatan untuk Mesir ke level 3 dikarenakan kerusuhan dan ketidakamanan yang meningkat. Level 3 ini hanya berada satu tingkat di bawah level 4 atau teratas, yang mengharuskan evakuasi wajib seluruh warga Filipina dari negeri itu.

"Ini merupakan pemulangan sukarela warga Filipina di Mesir. Pengiriman pekerja-pekerja baru, serta kembalinya warga Filipina lainnya ke Mesir dan keluarga mereka, saat ini dihentikan ".

Disebutkan Deplu Filipina seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (15/8/2013), tercatat sebanyak 6 ribu warga Filipina berada di Mesir. Juru bicara Deplu Filipina, Raul Hernandez mengatakan, kedutaan Filipina di Kairo akan membantu pemulangan warga Filipina yang ingin angkat kaki dari negeri itu. Namun dia tidak menjelaskan lebih rinci bantuan yang dimaksud.

 
Anggota Ultras, pendukung garis keras Presiden Mesir Mohamed Mursi yang digulingkan, menyerukan slogan dan mengibarkan bendera di sekitar Universitas Kairo dan Lapangan Nahdet Misr dimana mereka mendirikan tenda di Giza, selatan Kairo.
Ekuador Pulangkan Duta Besarnya
Ekuador menarik duta besarnya untuk Mesir guna berkonsultasi pada Rabu, setelah pasukan keamanan Mesir menghancurkan kemah-kemah protes pendukung Presiden Mohammed Moursi yang digulingkan dan menembak mati hampir 200 dari mereka.

Dalam pernyataan singkat, Kementerian Luar Negeri Ekuador mengatakan : 
" Rakyat Mesir telah memilih Moursi sebagai pemimpin konstitusional mereka, setelah kudeta yang menggulingkan Presiden Moursi pada Juli tahun ini, masyarakat Mesir telah terjerat dalam iklim protes sipil dan represi dari pemerintah de facto " . 
14 Agustus kemarin adalah hari paling berdarah selama puluhan tahun di negara Arab yang paling padat penduduknya di dunia itu. Setidaknya 235 orang tewas, termasuk setidaknya 43 polisi, dan 2.000 luka-luka, kata para pejabat kesehatan, dalam bentrokan yang menyebar di luar Kairo ke kota-kota lain di seluruh negeri.


Juru Kamera Televisi  Sky News Tewas Tertembak

Mick Deane (61 tahun), yang merupakan ayah dua putera, telah bekerja di Sky selama 15 tahun, lapor AFP.  Warga Inggris itu sebelumnya ditempatkan di kantor Sky News di Washington dan selama dua tahun terakhir ini ia bertugas di Yerusalem. Kepala stasiun televisi Sky News John Ryley, memberikan penghormatan kepada jurnalis yang "berbakat dan berpengalaman" itu sementara Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan ia "merasa sedih" mendengar kabar meninggalnya Deane.

Deane adalah jurnalis kedua yang tewas di ibukota Mesir, Kairo, pada hari Rabu.

Habiba Ahmad Abdel Aziz, wartawan berusia 26 tahun yang bekerja untuk halaman tambahan Xpress milik Gulf News --yang berpusat di Dubai, tewas ketika pasukan pemerintahan bentrok dengan para pendukung Morsi. Saat kejadian itu, Habiba tidak sedang bertugas sebagai jurnalis, melainkan hanya sebagai pengunjung. Ayah Habiba diyakini merupakan seorang penasihat Morsi. 

Deane tertembak dan mengalami luka-luka ketika sedang meliput bersama rekannya sesama anggota tim Sky News, yang merupakan koresponden untuk Timur Tengah, Sam Kiley. Juru kamera Sky itu sempat mendapatkan perawatan medis, namun tak lama kemudian meninggal. Pihak Sky mengatakan tidak ada anggota tim lainnya yang mengalami luka-luka. Editor bidang luar negeri Tim Marshal secara emosional mengenang Deane dalam siaran, dengan mengatakan "Ia adalah seorang teman. Duka cita kami untuk keluarganya.

"Ia meninggal saat melakukan sesuatu yang telah ia lakukan secara brilian selama berpuluh-puluh tahun."

Editor Politik Sky, Adam Boulton, menggambarkan Deane sebagai sosok "yang paling baik dan paling berani".

"Semua orang di Sky News merasa terkejut dan sedih atas kepergian Mick. Ia adalah jurnalis yang berbakat dan berpengalaman dan telah bekerja dengan Sky News selama bertahun-tahun."

Setidaknya 124 orang tewas di perkemahan Rabaa al-Adawiya pada hari Rabu, demikian menurut perhitungan AFP, setelah pasukan keamanan menyerbu dua kemah raksasa di Kairo yang ditempati selama berminggu-minggu oleh para pendukung Morsi.

Reporters Without Borders mengatakan kepada AFP empat jurnalis lainnya, yang semuanya merupakan warga Mesir, mengalami luka-luka dalam kerusuhan yang terjadi hari Rabu kemarin. Dari keempat jurnalis itu, tiga orang merupakan juru foto dan juru kamera televisi dan satu lainnya wartawan. Organisasi perlindungan jurnalis yang bermarkas di Amerika Serikat, Committee to Protect Journalists (CPJ), mengecam peristiwa tewasnya juru kamera Sky News itu dan mendesak pihak berwenang Mesir agar membawa pelaku ke pengadilan.

"Pembunuhan terhadap Mick Deane menggarisbawahi bahwa sudah sangat mendesak bagi semua pihak untuk menahan diri dan memberikan ruang bagi media untuk menjalankan tugas mereka, Pihak berwenang harus menyelidiki semua serangan terhadap jurnalis dan membawa mereka yang bertanggung jawab atas serangan-serangan tersebut ke pengadilan."

CPJ mencatat bahwa setidaknya sudah 78 serangan yang dialami oleh para jurnalis sejak Agustus 2012 hingga Morsi digulingka pada 3 Juli, 2013.


Mesir Berlakukan Keadaan DARURAT Selama Sebulan
Presiden sementara Mesir Adli Mansour



Presiden transisi Mesir Adly Mansour, memberlakukan keadaan darurat di seantero negara tersebut selama satu bulan menyusul bentrokan berdarah di Kairo dan berbagai provinsi.

"Pemberlakuan keadaan darurat ini untuk memulihkan stabilitas keamanan ".
Bentrokan meluas di Ibu Kota Mesir, Kairo, dan berbagai kota sejak Rabu pagi menyusul tindakan tegas aparat keamanan untuk membubarkan secara paksa aksi duduk pendukung presiden terguling Mohamed Moursi di Bundaran Rabiah Adawiyah dan Bundara Al Nahdhah, Kairo.

Suasana di Bundaran Rabiah berantakan, tenda-tenda pengunjuk rasa banyak yang roboh dan terbakar.

Bunyi tembakan bertubi-tubi masih terus terjadi. Namun, hingga pukul 16.30 waktu setempat atau pukul 21.30 WIB, pasukan keamanan dari tentara dan polisi belum mencapai titik Bundaran Rabiah.


Para pemuda berusaha menghadang pasukan keamanan dengan lemparan batu. Namun, tampaknya kewalahan.

Pasukan keamanan gabungan dari tentara dan polisi yang didukung tank tempur, panser, dan buldoser militer praktis telah mengepung Bundaran Rabiah dari berbagai arah jalan. Sementara itu, jumlah korban tewas dan luka-luka masih simpang siur.

Satuan Ambulans Kementerian Kesehatan menyebut jumlah korban tewas di Kairo sekitar 45 orang. Namun, sumber medis lapangan menyebutkan lebih dari 200 orang tewas dan ratusan lagi cedera.

Kantor berita resmi Mesir, MENA, melaporkan, selain di Bundaran Rabiah dan Bundaran Al Nahdhah, bentrokan hebat juga terjadi di berbagai sudut kota Kairo, seperti di Bundaran Masjid Mostafa Mahmoud di Giza, Kairo Barat, Jembatan 6 Oktober, Ramses di pusat kota Kairo dan dekat Istana Presiden Ettihadiyah. Sebelumnya, pemerintah telah berulang kali memperingatkan pendukung Moursi untuk membubarkan diri.

Pada hari Rabu lalu, Presiden Mansour dan Perdana Menteri Hazem Al Beblawi mengeluarkan pernyataan bersama untuk membubarkan aksi duduk guna memulihkan stabilitas keamanan.  
Syeikh Agung Al Azhar menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan mengutamakan keselamatan negara dan bangsa. 
Para pengamat memprediksi bentrokan akan makin memuncak di hari-hari mendatang pasca pembubaran paksa aksi duduk pendukung Moursi.

Mesir Tutup Perbatasan Gaza 

Penguasa Mesir telah menutup Rafah, pintu perbatasan dengan jalur Gaza, "untuk waktu tak terbatas" dengan alasan keamanan, sehari setelah kekerasan berdarah yang berujung pembantaian didalam kerusuhan yang melanda setidaknya di 12 kota utama Mesir.
Ratusan musafir Palestina terdampar di kedua sisi perbatasan yang merupakan satu-satunya pintu masuk ke wilayah Palestina yang dikuasai Hamas itu tanpa harus melewati Israel.

Langkah itu diambil menyusul kekacauan di Mesir, Rabu, akibat tindakan keras pasukan keamanan terhadap pendukung setia presiden terguling Mohammed Moursi. Pihak berwenang di Mesir menutup perbatasan tersebut selama beberapa hari setelah militer menggulingkan Moursi pada 3 Juli lalu kemudian membukanya kembali setelah empat hari.

Hamas, faksi Persaudaraan Muslim di Palestina mengecam keras tindakan pasukan keamanan yang menggunakan kekerasan untuk membubarkan kemah para pemrotes yang mendukung Moursi yang juga berasal dari Persaudaraan.
  

Wapres Mesir Elbaradei Mundur

Presiden sementara Mesir Adli Mansour (kanan) bertemu dengan pemimpin oposisi yang juga mantan kepala badan nuklir PBB Mohamed Elbaradei di Istana Kepresidenan El-Thadiya di Kairo, Mesir, dalam foto handout bertanggal 6 Juli 2013 ini. ElBaradei terpilih sebagai Perdana Menteri sementara Sabtu kemarin sementara pemerintahan transisi berjuang untuk mengembalikan ketertiban setelah setidaknya 35 orang tewas dalam aksi unjuk rasa di negara tersebut.


Wakil Presiden Mesir Mohamed Elbaradei pada Rabu mengundurkan diri sebagai protes atas pembubaran paksa pengunjuk rasa damai pendukung presiden terguling Mohamed Moursi. Kantor berita Mesir, MENA, melaporkan, Elbaradei mengutuk keras operasi pembubaran unjuk rasa secara paksa tersebut. Rumor mengenai ancaman pengunduran diri Elbaradei itu sempat terdengar pekan lalu ketika Presiden Adly Mansour dan Panglima Militer Abdel Fatah Al Sisi bersikeras akan membubarkan unjuk rasa secara paksa. Mantan Ketua Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan peraih Nobel Perdamaian itu berperan penting dalam pelengseran Moursi dan bergabung dengan pemerintah transisi. Para pengamat menilai, pengunduran diri Albaradei ini menjadi awal perpecahan dalam pemerintahan transisi.

Sementara itu, pendukung presiden terguling Mohamed Moursi akhirnya dipaksa meninggalkan Bundaran Rabiah Adawiyah di Kairo Timur pada Rabu setelah sekitar 11 jam serangan sengit aparat keamanan. Ribuan orang itu tampak letih meninggalkan bundaran pada pukul 18.00 waktu setempat atau 23.00 WIB sambil mengangkat kedua tangan ke kepala. Beberapa saat sebelumnya helikopter militer menyebarkan selebaran dari udara berisi imbauan bahwa mereka dijamin keamanannya saat meninggalkan bundaran melalui Jalan Nasser dan Yusuf Abbas, arah barat Bundaran Rabiah.

Operasi gabungan tentara dan polisi yang didukung tank tempur, panser dan buldoser mulai melancarkan serangan ke Bundaran Rabiah dan Bundaran Al Nahdhah di Kairo Barat pada Rabu pagi pukul 07.00 waktu setempat.

Pendukung Moursi menduduki kedua bundaran di ibu kota negara itu sejak 27 Juni menjelang pelengseran Moursi dalam kudeta militer pada 3 Juli.

Ikhwanul Muslimin Tuntut Keabsahan Presiden Moursi Dikembalikan

Kondisi Mesir pasca pembersihan kamp para pendukung presiden terguling Mohamed Morsi masih belum kondusif. Sejauh ini, korban tewas terus bertambah jumlahnya hingga mencapai 525 orang.

Seorang pejabat senior kementerian kesehatan Mesir, Khaled al-Khatib menuturkan korban tewas paling banyak berasal dari kamp yang ada di alun-alun Rabaa al-Adawiya.  
" Sebanyak 202 orang tewas di kamp ini, sebanyak 87 orang lainnya tewas di Giza dan sisanya berasal dari sejumlah wilayah Mesir "
Giza berada dalam wilayah Kairo, di mana polisi Mesir dan kelompok pendukung Morsi terlibat bentrokan sengit. Dari jumlah tersebut, sebanyak 43 korban tewas merupakan anggota kepolisian Mesir.

Versi berbeda disampaikan oleh Ikhwanul Muslimin yang menyatakan : " Sedikitnya 2.200 orang tewas dan 10.000 orang lainnya luka-luka dalam operasi yang dilancarkan aparat polisi untuk membubarkan para demonstran pro-Morsi di Rabaa al-Adawiya dan al-Nahda, Kairo tersebut ".

Secara terpisah, Perdana Menteri interim Mesir Hazem al-Beblawi membenarkan penggunaan kekerasan oleh aparat Mesir dalam membubarkan pendukung Morsi. Menurutnya, selama ini para loyalis Morsi kerap menyebar teror dan kekacauan bagi warga lainnya.

"Meneror warga, menyerang publik, dan merusak properti pribadi. Negara harus melakukan intervensi untuk memulihkan keamanan dan kedamaian bagi rakyat Mesir ".
Lebih lanjut, Beblawi menilai bahwa penetapan keadaan darurat nasional selama satu bulan memang sangat diperlukan. Terutama, lanjutnya, melihat situasi Mesir sekarang ini.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ya Allah, Engkau Yang Maha Tahu Yang Terbaik Bagi Kami
Berilah kesempatan kami memetik ibrah dan hikmah atas apa-apa yang terjadi
Berilah kami kesempatan berbagi dan menjalin sillah ukhuwah
  Bersama saudara-saudara kami yang selama ini terpasung tirani,
Sesungguhnya kami saling mencintai  di jalan-Mu,
Tapi bukan mereka yang pura-pura mencintai kami karena kepentingan,
Bukan pula mereka yang bersama kami karena ingin memintas jalan,
Dan sesekali bukan mereka yang rakus akan kekuasaan...
Atau mereka yang lemah tertipu para cendekia lalim
Yang tak melihat darah dan airmata telah tertumpah karena keangkara murkaan

Nanungrain@berbagai sumber foto dan berita






Tidak ada komentar:

Posting Komentar