Radar Rusia Akhiri Era Pesawat Tempur Stealth ?
Seorang
ahli militer Rusia telah menyatakan sesuatu yang tampaknya mengerikan bagi
Amerika Serikat. Adalah Dr. Igor Sutyagin, yang mengklaim bahwa pesawat tempur
dan pesawat pembom siluman tidak akan dapat terus tersembunyi seiring teknologi
radar musuh yang semakin baik. Militer Amerika telah menghabiskan banyak waktu,
tenaga dan dana untuk mengembangkan pesawat-pesawat tempur siluman, dan hingga
kini pun masih terus dilakukan. Dan apabila pesawat-pesawat siluman itu hanya
akan kalah dari sistem pertahanan udara yang nilai investasinya jauh lebih
murah, maka benar-benar sangat menyakitkan.
Jika
pernyataan Sutyagin benar adanya, Amerika akan dihantui masalah besar. Sejak
tahun 1970-an, sudah triliunan dolar yang telah Washington habiskan untuk
merancang dan membangun pesawat-pesawat siluman seperti F-117, B-2, F-22, dan
F-35 dan pesawat pembom baru yang saat ini masih dikembangkan yaitu Long-Range
Strike Bomber (LRSB). Kerugian terbesarnya adalah Amerika Serikat akan
kehilangan dominasi udaranya.
Argumen
Sutyagin cukup sederhana. Menurutnya, platform siluman seperti F-35 memang
menawarkan peningkatan kemampuan proyeksi kekuatan. Namun, kemampuan teoritis
perangkat keras militer tidak selalu dapat diterjemahkan efektivitasnya di
medan perang sesungguhnya.
Pernyataan
Sutyagin ini muncul dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh Royal United
Services Institute, yang berjudul "Limits of Stealth" di mana
Sutyagin menyatakan bahwa radar "low-band" atau
"low-frequency" akan lebih cepat menemukan pesawat radar-evading
(siluman). Dalam artikelnya, Sutyagin mengakui bawah sensor semacam ini telah
ada lebih dari 80 tahun. Tampaknya memang benar, karena berbagai laporan
mengatakan bahwa pada tahun 1999 militer Serbia telah mengerahkan jenis
peralatan ini untuk menembak jatuh pesawat pembom siluman F-117A Angkatan Udara
AS. Baik sebelum kejadian penembakan F-117 oleh Serbia ataupun sesudahnya, para
ahli pertahanan juga telah menyadari ancaman radar low-band ini.
Kutipan
dari artikel Sutyagin: "Salah satu elemen yang paling penting dari ekspor
pertahanan udara Rusia adalah sarana yang unik untuk mendeteksi pesawat musuh.
Tidak seperti negara-negara Barat, Rusia terus mengembangkan teknologi radar
low-band sejak tahun 1930-an dan telah mencapai hasil yang mengesankan."
Sutyagin menambahkan: "Sistem deteksi pertahanan udara saat ini yang
dipasarkan oleh produsen pertahanan Rusia merupakan penantang serius terhadap
potensi kekuatan udara Barat saat ini dan di masa depan di berbagai belahan
dunia."
Juga,
menurut Sutyagin, jammer musuh tidak terlalu efektif dalam mengacaukannya dan
rudal anti radiasi cenderung hanya menyerang sekitar radar bukan memukul radar
itu sendiri. Banyak teknik SEAD (suppression of enemy air defences) canggih
saat ini, namun belum ada yang cocok untuk menekan sistem pertahanan udara yang
berbasis radar low-band. Pendapat ini benar adanya. Radar low-band mampu
mendeteksi benda-benda yang sangat kecil atau bagian-bagian kecil dari sebuah
objek yang besar, misalnya mendeteksi suatu tonjolan pada airframe sebuah
pesawat siluman. Para ahli penerbangan termasuk Bill Sweetman dari Aviation
Week sangat mengkritik F-35 karena badan F-35 yang bergelombang
(menonjol-nonjol), yang membuatnya lebih mudah untuk dideteksi. Radar low-band
dapat digunakan untuk memandu SAM (rudal permukaan ke udara) ke sekitar target
siluman, dan selanjutnya SAM terbang sendiri untuk menemukan target dari aspek
radar cross section mana yang lebih tinggi, seperti di bagian samping atau
belakang, bukan terbang langsung ke target. Sensitivitas unik radar low-band
merupakan aset berharga bagi negara manapun yang berusaha mendeteksi pesawat
siluman musuhnya. Tapi kenyataan selama ini menunjukkan bahwa operator radar
low-band kurang dapat memaksimalkan keunggulan radar ini. Karena radar low-band
sangat sensitif, operator banyak menemukan kesulitan jika pesawat tersebut
sedang melewati awan, saat hujan atau karena gangguan lainnya yang cenderung
bisa membuat kesalahan deteksi.
Itu
masalahnya selama ini, dan Sutyagin juga mengakui bahwa untuk menggunakan radar
low-band membutuhkan taktik pertahanan udara yang canggih dan rumit. Tapi dalam
artikelnya, Sutyagin juga menegaskan bahwa taktik radar low-band Rusia telah
mengalami perbaikan yang signifikan. Dia menjelaskan bahwa komputer kuat Rusia
saat ini sudah mampu memilah-milah antara target dan noise yang ditangkap oleh
radar low-band.
Berkemampuan siluman akankah menjadi sia-sia?
Pernyataan
dari ahli militer Rusia ini bukanlah hal baru. Tapi kita juga tidak bisa
berpendapat bahwa dengan radar yang lebih baik maka akan membuat pesawat tempur
siluman menjadi usang. Kenyataannya cukup rumit. Kemajuan teknologi senjata
kontra siluman di seluruh dunia tentu akan membuat Amerika khawatir, tapi
Amerika juga pasti sudah menyadari bahwa teknologi siluman tidak akan pernah
mencapai kesempurnaan karena teknologi kontra siluman juga terus dikembangkan.
Hari ini mungkin terlihat sempurna, besok sudah tidak lagi.
Setiap
pesawat baru akan diperkenalkan dengan lingkungan tempur baru yang selalu
berubah, termasuk untuk mengatasi sistem-sistem pertahanan udara canggih. Sejak
penerbangan militer pertama kali, taktik tempur udara terus berubah seiring
kemajuan teknologi. Baik Amerika dan Rusia menyadari hal ini.
Satu
yang tampaknya tidak bisa diabaikan adalah 'Hukum Moore' yang menyatakan bahwa:
"Kompleksitas sebuah mikroprosesor akan meningkat dua kali lipat tiap 18
bulan sekali". Hal ini memang terbukti dan cenderung lebih cepat
akhir-akhir ini. Hubungannya dengan platform siluman dan sistem kontra siluman
adalah fakta bahwa kedua teknologi canggih ini sangat tergantung dari
keunggulan pemrosesan komputer dan terus saling unggul mengungguli satu sama
lain. Itulah sebabnya mengapa selain
radar low-band, Moskow, Beijing dan Washington juga bereksperimen dengan sensor
inframerah jarak jauh sebagai alternatif radar, dan mengembangkan jammer dan
senjata hipersonik sebagai alternatif jika sulit menembus sistem pertahanan
udara. Senjata-senjata hipersonik yang memiliki kecepatan tinggi dan jarak jauh
ini akan sangat membantu ketika efektivitas fitur siluman sudah menurun. Sebuah
pesawat terbang yang rentan pada sistem pertahanan udara tidak perlu terbang
begitu dekat dengan radar musuh jika mereka bisa menyerang dari jarak jauh
dengan senjata yang sangat sulit untuk dicegat.
Berarti
fitur siluman akan menjadi sia-sia? Tentu saja tidak. Fitur siluman saat ini
telah menjadi fitur standar bagi pesawat-pesawat tempur modern sebagaimana
radio dan radar mereka. Pesawat-pesawat di masa depan akan tetap menggunakan
fitur siluman meskipun fitur siluman tidak lagi memberikan keunggulan yang
besar. Fitur siluman mungkin bukan lagi "obat yang mujarab", tetapi
tidak memiliki fitur siluman, maka risiko kematian di udara semakin besar.
Sebuah sensor canggih pasti masih akan lebih kesulitan mendeteksi pesawat
siluman ketimbang pesawat biasa.
AU Rusia 'Hancurkan' Pertahanan Inggris
Nasib
payung udara Inggris sangat ironi sekali dengan Rusia, karena manuver yang dilakukan
pesawat-pesawat Rusia telah memperlihatkan dominasi negara itu atas rentannya pertahanan
Inggris.
"Mereka
(pesawat Rusia) terbang di kawasan ini untuk memeriksa pertahanan udara kita.
Mereka mungkin telah mempelajari bahwa kita tidak setajam dulu," kata
Menteri Pertahanan Inggris Michael Fallon.
Dikutip
dari laman Daily Mail, Jumat 20 Februari 2015, setidaknya ada 17 insiden sejak
akhir 2014, di mana pesawat militer, kapal, dan kapal selam Rusia melakukan
perjalanan dekat dengan wilayah Inggris.
Beberapa
petinggi militer Inggris juga mengeluarkan peringatan, setelah beberapa jet
Inggris mencegat dua pesawat pembom Rusia yang mampu mengangkut rudal-rudal
nuklir.Mereka menyebut, Inggris tidak dapat mengatasi serangan Rusia, karena
pertahanan udara Inggris akan dengan mudah dihancurkan oleh pesawat-pesawat
temur Rusia.
Tapi
kekhawatiran itu ditepis oleh Perdana Menteri Inggris David Cameron. Dia
menyebut, pencegatan itu justru memperlihatkan bahwa Inggris memiliki pesawat
jet tercepat, pilot, dan sistem untuk melindungi negara. Pernyataan Cameron itu
segera dicemooh oleh mantan petinggi angkatan udara, yang mengatakan jumlah
skuadron tempur Inggris berkurang banyak sejak berakhirnya Perang Dingin.
Saat
ini, hanya tersisa tujuh skuadron dari sebelumnya 26 skuadron, sebagai akibat
dari pemotongan anggaran angkatan udara oleh pemerintah. Sejak 2010, jumlah
tentara dipangkas sebanyak 30 ribu personil. Kapal, pesawat, dan tank juga dipangkas
dalam upaya penghematan, membuat Kementerian Pertahanan Inggris kekurangan dana
sebesar £40 miliar, atau hampir Rp800 triliun untuk belanja peralatan tempur.
"Typhoon
adalah pesawat yang sangat baik, tetapi dengan jumlah yang sedikit, mereka akan
dapat diatasi," kata Marsekal Udara (Purn) Andrew Lambert, yang pernah memimpin
pasukan aliansi di Irak tahun 1999.
Angkasa Indonesia masih berlubangkah ?? Bangkitlah Indonesia.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar