NEW YORK – Israel bereaksi keras atas hasil pemungutan suara Majelis Umum (MU) PBB yang meningkatkan status Palestina dan mengakuinya sebagai negara, Kamis (29/11/2012).
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, langsung merespons cepat dan mengutuk Abbas atas kritiknya terhadap Israel. Netanyahu menyebut pidato Abbas tentang tuduhan terhadap Israel itu “keji dan meracuni” serta penuh dengan propaganda palsu.
“Kata-kata itu tidak keluar dari orang yang menginginkan perdamaian,” tandas Netanyahu dalam pernyataan yang dikeluarkan kantornya Israel.
Dari 193 negara anggota MU, 138 negara memberikan suara setuju, sembilan abstain dan 41 negara menolak. Sedangkan tiga negara lainnya tidak ambil bagian dalam pemungutan suara.
Sedikitnya 17 negara Eropa memberikan suaranya untuk resolusi Palestina, termasuk Austria, Prancis, Italia, Norwegia dan Spanyol.
Abbas telah memfokuskan upayanya dalam melobi dukungan dari negara-negara Eropa, yang banyak di antaranya merupakan penyandang dana utama bagi Otoritas Palestina.
Namun Inggris, Jerman dan sejumlah negara Eropa lainnya abstain dalam pemungutan suara itu. Sedangkan Republik Cechnya mengambil langkah berbeda dari negara-negara Eropa lainnya.
Cechnya bergabung dengan Amerika Serikat (AS), Israel, Kanada, Panama dan sejumlah negara kecil di Kepulauan Pasifik seperti Nauru, Palau dan Mikronesia, menentang pemungutan suara tersebut.
Usai pemungutan suara, perwakilan AS untuk PBB, Susan Rice, menyerukan segera dilangsungkannya pembicaraan perdamaian. “Rakyat Palestina akan bangun besok pagi dengan menyadari hanya sebagian kecil kehidupan mereka yang berubah aman dan prospek perdamaian jangka panjang telah surut,” tutur Rice.
“AS menyerukan agar kedua pihak segera melakukan pembicaraan tanpa syarat untuk semua masalah yang memisahkan mereka. AS akan memberikan dukukan dalam upaya itu.”
Rice juga menambahkan. Kedua pihak harus “menghindari aksi-aksi provokasi apa pun di kawasan itu, di New York atau di mana pun”.
Eropa Dukung Kenaikan Status Di PBB
'Akta Kelahiran' Palestina
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Kamis (29/11), menyeru Sidang Majelis Umum PBB untuk "mengeluarkan sertifikat kelahiran mengenai kenyataan Negara Palestina".
Abbas mengeluarkan pernyataan tersebut di Sidang Majelis Umum, yang memiliki 193 anggota, saat ia mengajukan permintaan bersejarah Palestina bagi peningkatan status "negara non-anggota" di PBB.
"Sidang Majelis Umum diseru pada hari ini untuk mengeluarkan sertifikat kelahiran mengenai kenyataan Negara Palestina," kata Abbas sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Jumat. (30/11).
"Itu sebabnya mengapa secara khusus kita berada di sini hari ini." Presiden Palestina itu disambut dengan tepuk tangan lama saat ia berjalan ke podium Sidang Majelis Umum PBB, yang dijadwalkan melakukan pemungutan suara mengenai permintaan Palestina, Kamis malam waktu setempat.
"Dalam upaya kami hari ini untuk memperoleh status negara non-anggota bagi Palestina di PBB, kami menegaskan kembali Palestina akan selalu patuh dan hormat pada Piagam dan semua resolusi PBB serta hukum kemanusiaan internasional, menegakkan persamaan, menjamin kebebasan masyarat sipil,
Dukungan negara-negara Eropa untuk Palestina dalam pengambilan suara kenaikan status negara tersebut kemarin di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada Jumat (30/11) dinilai bermuatan motivasi ekonomi.
Dosen Universitas Pertahanan Indonesia Bantarto Bandoro mengatakan dukungan Eropa tidak lepas dari perkembangan ekonomi dan politik di kawasan Timur Tengah.
"Ini kemajuan yang luar biasa, tapi ada motivasi ekonomi di balik dukungan itu," katanya, Jumat (30/11/2012).
Dalam laporan World Economic Outlook pada Oktober 2012, Bank Dunia memproyeksikan perekonomian kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara tumbuh 5,3% pada 2012, jauh lebih tinggi dari Amerika Serikat dan zona euro, yakni masing-masing naik 2,2% dan turun 0,4%.
Saat ini, perekonomian AS tengah mengalami perlambatan dan terancam resesi jika anggaran negaranya mengalami fiscal cliff, sedangkan zona euro terus dirudung krisis utang yang juga menceburkan perekonomian ke jurang resesi.
Sementara itu, perekonomian dan kemakmuran negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Kuwait, terus meningkat dengan cadangan minyak mentah yang besar dan bisnis real estat yang tumbuh.
Dosen Universitas Pertahanan Indonesia Bantarto Bandoro mengatakan dukungan Eropa tidak lepas dari perkembangan ekonomi dan politik di kawasan Timur Tengah.
"Ini kemajuan yang luar biasa, tapi ada motivasi ekonomi di balik dukungan itu," katanya, Jumat (30/11/2012).
Dalam laporan World Economic Outlook pada Oktober 2012, Bank Dunia memproyeksikan perekonomian kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara tumbuh 5,3% pada 2012, jauh lebih tinggi dari Amerika Serikat dan zona euro, yakni masing-masing naik 2,2% dan turun 0,4%.
Saat ini, perekonomian AS tengah mengalami perlambatan dan terancam resesi jika anggaran negaranya mengalami fiscal cliff, sedangkan zona euro terus dirudung krisis utang yang juga menceburkan perekonomian ke jurang resesi.
Sementara itu, perekonomian dan kemakmuran negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Kuwait, terus meningkat dengan cadangan minyak mentah yang besar dan bisnis real estat yang tumbuh.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Kamis (29/11), menyeru Sidang Majelis Umum PBB untuk "mengeluarkan sertifikat kelahiran mengenai kenyataan Negara Palestina".
Abbas mengeluarkan pernyataan tersebut di Sidang Majelis Umum, yang memiliki 193 anggota, saat ia mengajukan permintaan bersejarah Palestina bagi peningkatan status "negara non-anggota" di PBB.
"Sidang Majelis Umum diseru pada hari ini untuk mengeluarkan sertifikat kelahiran mengenai kenyataan Negara Palestina," kata Abbas sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Jumat. (30/11).
"Itu sebabnya mengapa secara khusus kita berada di sini hari ini." Presiden Palestina itu disambut dengan tepuk tangan lama saat ia berjalan ke podium Sidang Majelis Umum PBB, yang dijadwalkan melakukan pemungutan suara mengenai permintaan Palestina, Kamis malam waktu setempat.
"Dalam upaya kami hari ini untuk memperoleh status negara non-anggota bagi Palestina di PBB, kami menegaskan kembali Palestina akan selalu patuh dan hormat pada Piagam dan semua resolusi PBB serta hukum kemanusiaan internasional, menegakkan persamaan, menjamin kebebasan masyarat sipil,
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa, pada Kamis (29/11) waktu Amerika Serikat (AS) atau Jumat (30/11) menetapkan pengakuan de facto negara berdaulat Palestina.
Kemenangan suara Palestina di PBB menjadi kemunduran diplomatik bagi AS dan Israel yang bergabung dengan segelintir negara. Mereka menyatakan kontra saat pemungutan suara Majelis Umum untuk meningkatkan status Palestina dalam keanggotaan PBB.
Berikut sembilan negara yang memberikan suara menolak dalam rancangan resolusi peningkatan status Palestina: Kanada, Republik Ceko, Israel, Marshall Islands, Mikronesia, Nauru, Palau, Panama, dan Amerika Serikat. Selain AS dan Israel, tujuh negara tersebut hanyalah negara kecil yang tak akan membawa pengaruh bagi Palestina.
AS dan Israel gagal mendapat sambutan dunia untuk menolak status tersebut. Padahal keduanya terus bernegosiasi kepada beberapa negara untuk menggagalkan pungutan suara untuk resolusi Palestina tersebut. Di samping sembilan negara menentang, terdapat total 138 negara setuju dan 41 abstain, serta tiga negara tak hadir.
Sementara Uni Eropa, terdapat 17 negara yang menyatakan dukungan untuk status Palestina, diantaranya Austria, Perancis, Italia, Norwegia, dan Spanyol. Sementara negara Eropa lain termasuk Inggris dan Jerman memilih abstain.
Pascapemungutan suara, AS pun naik pitam. AS segera mendesak Palestina melakukan pembicaraan langsung, tanpa syarat apapun, dengan Israel. AS menyatakan akan terus mengawasi agar pembicaraan tersebut dapat berjalan. "AS akan terus mendorong semua pihak untuk menghindari tindakan provokatif lebih lanjut di wilayah tersebut, di New York, ataupun di tempat lain," ujar Duta Besar AS untuk PBB, Susan Rice.
Sebelumnya AS dan Israel mengancam penghentian bantuan keuangan untuk Palestina, jika mengajukan status baru di PBB. Israel bahkan akan melanggar semua kesepakatan dengan Palestina dalam Perjanjian Oslo.
Perdana Menteri Palestina, Salam Fayyad, mengatakan harapannya semua pihak yang memberikan suara ditujukan untuk proses perdamaian. Tak ada hukuman yang menjadi dampak pemungutan suara. "Saya berharap tidak ada tindakan hukuman," ujarnya.
Sementara Inggris yang sebelumnya didorong untuk mendukung Palestina, lebih memilih abstain. Pascakeputusan status baru Palestina bulat, Inggris mendesak Pemerintah AS di bawah Barack Obama dapat menjadi dorongan bagi perdamaian Palestina-Israel.
"Kami percaya jendela untuk solusi dua negara telah tertutup. Itulah sebabnya kami mendorong AS dan aktor-aktor internasional utama untuk menggunakan kesemptan ini dan menggunakan 12 bulan kedepan sebagai jalan untuk benar-benar mendobrak kebuntuan (kesepakatan perdamaian Palestina-Israel)," kata Duta Besar Inggris untuk PBB, Mark Lyall Grant.
Kemenangan suara Palestina di PBB menjadi kemunduran diplomatik bagi AS dan Israel yang bergabung dengan segelintir negara. Mereka menyatakan kontra saat pemungutan suara Majelis Umum untuk meningkatkan status Palestina dalam keanggotaan PBB.
Berikut sembilan negara yang memberikan suara menolak dalam rancangan resolusi peningkatan status Palestina: Kanada, Republik Ceko, Israel, Marshall Islands, Mikronesia, Nauru, Palau, Panama, dan Amerika Serikat. Selain AS dan Israel, tujuh negara tersebut hanyalah negara kecil yang tak akan membawa pengaruh bagi Palestina.
AS dan Israel gagal mendapat sambutan dunia untuk menolak status tersebut. Padahal keduanya terus bernegosiasi kepada beberapa negara untuk menggagalkan pungutan suara untuk resolusi Palestina tersebut. Di samping sembilan negara menentang, terdapat total 138 negara setuju dan 41 abstain, serta tiga negara tak hadir.
Sementara Uni Eropa, terdapat 17 negara yang menyatakan dukungan untuk status Palestina, diantaranya Austria, Perancis, Italia, Norwegia, dan Spanyol. Sementara negara Eropa lain termasuk Inggris dan Jerman memilih abstain.
Pascapemungutan suara, AS pun naik pitam. AS segera mendesak Palestina melakukan pembicaraan langsung, tanpa syarat apapun, dengan Israel. AS menyatakan akan terus mengawasi agar pembicaraan tersebut dapat berjalan. "AS akan terus mendorong semua pihak untuk menghindari tindakan provokatif lebih lanjut di wilayah tersebut, di New York, ataupun di tempat lain," ujar Duta Besar AS untuk PBB, Susan Rice.
Sebelumnya AS dan Israel mengancam penghentian bantuan keuangan untuk Palestina, jika mengajukan status baru di PBB. Israel bahkan akan melanggar semua kesepakatan dengan Palestina dalam Perjanjian Oslo.
Perdana Menteri Palestina, Salam Fayyad, mengatakan harapannya semua pihak yang memberikan suara ditujukan untuk proses perdamaian. Tak ada hukuman yang menjadi dampak pemungutan suara. "Saya berharap tidak ada tindakan hukuman," ujarnya.
Sementara Inggris yang sebelumnya didorong untuk mendukung Palestina, lebih memilih abstain. Pascakeputusan status baru Palestina bulat, Inggris mendesak Pemerintah AS di bawah Barack Obama dapat menjadi dorongan bagi perdamaian Palestina-Israel.
"Kami percaya jendela untuk solusi dua negara telah tertutup. Itulah sebabnya kami mendorong AS dan aktor-aktor internasional utama untuk menggunakan kesemptan ini dan menggunakan 12 bulan kedepan sebagai jalan untuk benar-benar mendobrak kebuntuan (kesepakatan perdamaian Palestina-Israel)," kata Duta Besar Inggris untuk PBB, Mark Lyall Grant.
(berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar