Langgam Pawitan
Ketika kesempatan untuk menjadi bangsa yang besar dan
disegani terbuka lebar, tentu tak banyak bangsa lain dimuka bumi ini yang
mengamini dan menghendaki. Tak mustahil
mereka berkonspirasi untuk mencegah lahirnya bangsa superior selain
mereka atau kelompok kepentingan mereka saja. Segala tipu daya dilakukan,
konspirasi jahat diterapkan tanpa peduli batasan kedaulatan ataupun sanggup
melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan.
Tak perlu heran, begitulah
rumus alam memegang peranan dalam setiap bait sejarah yang dicatatkan. Ketika
keyakinan berbangsa dan bernegara diuji maka mereka para biang keladi
melafadskan nafas kemunafikan. Mereka musuh negara, musuhku dan kalian yang
membuat pengertian terhadap Pancasila diabu-abukan, UUD 1945 hanya sebagai
kiasan dan alat propaganda untuk memenuhi hasrat pembenaran tujuan. Ruh murni
UUD 1945 telah digunting dari dalam. Memberi celah kebenaran yang samar dipersalahkan dan
kesalahan yang samar dicarikan pembenaran. Lihat hasilnya, muncullah mutan dajjal, ya’jjud
ma’jjud disetiap sel negara dan menggerogoti faham kebangsaan yang semula
dijadikan asas pegangan. Keniscayaan sebagai negara besar yang tiba-tiba prematur
menjadi bak Sriwijaya, Majapahit ataupun Mataram dalam sejarah fase redupnya
kejayaan mereka sebagai cikal bakal nusantara ini. Tak belajarkah kita pada
sejarah ?? Atau kita sedang ingin bernostalgia dengan rumus lama “devide et impera
“ ??
Indonesia, negaraku dan negara kita ini bukanlah negara asal
mereka yang rungsah dengan tekad dan semangat juang. Indonesiaku ini bukan
berisi bangsa trah pecundang. Indonesiaku ini bukan lahir dari belas kasihan penjajah.
Indonesia berdiri karena tumpukan sangkur dan samurai serdadu yang kita
kalahkan. Indonesiaku adalah lautan darah para pejuang. Indonesiaku adalah
untaian do’a para ulama dan keikhlasan para Ibu yang merelakan putra dan putri
terbaiknya menapaki medan perang. Indonesiaku berdaulat adalah kesatuan tujuan dari persamaan arah perjuangan
dalam meraih trah sederajat dengan bangsa lain dimuka bumi ini, merdeka.
Indonesiaku adalah altar pengorbanan, altar suci tempat darah dan keringat para
pejuang negeri demi tegaknya NKRI selama hayat masih dikandung badan. Yaa,
Indonesiaku adalah tempat jasadku berpulang dalam benaman suci ibu pertiwi. Tempatku
mempercayakan belulang meski tanpa nisan. Jikapun negeri ini dalam masygul hari
ini dan esok, biarlah kutambah dengan secawan keringat dan darah pengorbanan
lagi. Biarlah kubasahi dengan keringat ini. Biar saja aku penuhi ide dan kreasi
sehingga penuh kembali harapan murni sebagai anak negeri. Setidaknya aku
menolak mencaci, aku menolak membenci, aku menolak menjadi duri dan hanya
menjadi generasi yang penuh dengan keluh
dan gerutu. Nahkoda biduk negeri tak mungkin jatuh karena sebagian besar
kepercayaan dan harapan ini meyakininya. Nahkoda biduk negeri ini jangan kita
biarkan sendiri ketika berusaha melintasi badai luar biasa dari dalam arung
bahteranya. Biduk ini tak akan tenggelam jika kita menjaga irama kebersamaan,
kekesatuan paham dan gerak badan yang bersinergi dengan aba-aba sang nahkoda. Nahkoda
kita tak terpilih dari dewa-dewa, bukanlah malaikat tanpa sanggup salah dan
alpa. Tidak setengahpun dari kekuasaan yang sebenarnya. Dia hanya putra terbaik
pilihan keyakinan kita dalam menjalankan amanat konstitusi. Kesadaran kita
dalam mengekor generasi demokrasi. Kesepakatan kita bahwa kesempatan dan
garansi itu dibalut hirarki dan konstitusi yang jelas. Yah, badai itu akan
selalu datang, selama kita mengarungi samudera harapan. Badai adalah aral yang
mengkukuhkan kita semua sebagai bangsa yang dewasa, kekar dan kukuh dalam
menorehkan sejarah kehidupan. Badai bukan lawan, tapi putus asa, gamang dan
pengkhianatan terhadap tujuan biduk negeri inilah yang harus kita lawan. Esok,
kala fajar menjelang semoga kita masih
dalam biduk dan nahkoda yang sama, Indonesia Raya. Keyakinan yang tak lekang, membuat
kita akan bertahan dan mengeliminasi bahaya kandas dan karamnya bahtera bangsa ini.
Mari dengar peluitnya, kita masih dipercaya sebagai bagian sejarah yang
mengawaki biduk negeri trah pejuang ini. Sederhanakan pola, ambil bagian dan
fungsi masing-masing lalu lihatlah sekeliling. Barangkali badai itu telah melukai
buritan atau lambung bahtera. Bahu membahu mari kita benahi sebagai bentuk
menyingsingkan lengan baju kita demi negara. Demi bangsa, mari kita tengok lagi
cakrawala pandangan kita sebagai bagian bangsa yang besar, bukankah kita dalam tujuan
yang sama ?? Lalu mari kita renungkan bersama, masihkah kita perlu mencaci dan menggerutu sementara kita
miliki bagian kita yang belum tentu telah purna kita kerjakan dengan baik dan
benar ?? Bukankah saat kita bicara hak maka kewajiban itu menyertai ?? Atau
sama-sama mari kita telaah “ Jangan kau tanya apa yang telah bangsa dan negara ini berikan padamu,
tapi cobalah berpikir apa yang bisa kau berikan untuk bangsa dan negaramu “.
Jika hari ini kita lalui dengan benar setelah deraan badai
kita hadapi dengan ikhlas dan sabar, niscaya Tuhan tak akan membiarkan kita
semua terombang ambing oleh keraguan dan
ketidak pastian. Bagiku, peran kecilku adalah hamparan bharata yudhaku....
Jayalah negeriku, Jayalah Indonesia. NKRI harga mati, MERDEKA !!
rain 015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar