17 Februari 2015

DEMI IBU PERTIWI


 
Langgam Pawitan 
Ketika kesempatan untuk menjadi bangsa yang besar dan disegani terbuka lebar, tentu tak banyak bangsa lain dimuka bumi ini yang mengamini dan menghendaki. Tak mustahil  mereka berkonspirasi untuk mencegah lahirnya bangsa superior selain mereka atau kelompok kepentingan mereka saja. Segala tipu daya dilakukan, konspirasi jahat diterapkan tanpa peduli batasan kedaulatan ataupun sanggup melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan.
Tak perlu heran, begitulah rumus alam memegang peranan dalam setiap bait sejarah yang dicatatkan. Ketika keyakinan berbangsa dan bernegara diuji maka mereka para biang keladi melafadskan nafas kemunafikan. Mereka musuh negara, musuhku dan kalian yang membuat pengertian terhadap Pancasila diabu-abukan, UUD 1945 hanya sebagai kiasan dan alat propaganda untuk memenuhi hasrat pembenaran tujuan. Ruh murni UUD 1945 telah digunting dari dalam. Memberi celah kebenaran yang samar dipersalahkan dan kesalahan yang samar dicarikan pembenaran. Lihat hasilnya, muncullah mutan dajjal, ya’jjud ma’jjud disetiap sel negara dan menggerogoti faham kebangsaan yang semula dijadikan asas pegangan. Keniscayaan sebagai negara besar yang tiba-tiba prematur menjadi bak Sriwijaya, Majapahit ataupun Mataram dalam sejarah fase redupnya kejayaan mereka sebagai cikal bakal nusantara ini. Tak belajarkah kita pada sejarah ?? Atau kita sedang ingin bernostalgia dengan rumus lama “devide et impera “ ??

Indonesia, negaraku dan negara kita ini bukanlah negara asal mereka yang rungsah dengan tekad dan semangat juang. Indonesiaku ini bukan berisi bangsa trah pecundang. Indonesiaku ini bukan lahir dari belas kasihan penjajah. Indonesia berdiri karena tumpukan sangkur dan samurai serdadu yang kita kalahkan. Indonesiaku adalah lautan darah para pejuang. Indonesiaku adalah untaian do’a para ulama dan keikhlasan para Ibu yang merelakan putra dan putri terbaiknya menapaki medan perang. Indonesiaku berdaulat  adalah kesatuan tujuan dari persamaan arah perjuangan dalam meraih trah sederajat dengan bangsa lain dimuka bumi ini, merdeka. Indonesiaku adalah altar pengorbanan, altar suci tempat darah dan keringat para pejuang negeri demi tegaknya NKRI selama hayat masih dikandung badan. Yaa, Indonesiaku adalah tempat jasadku berpulang dalam benaman suci ibu pertiwi. Tempatku mempercayakan belulang meski tanpa nisan. Jikapun negeri ini dalam masygul hari ini dan esok, biarlah kutambah dengan secawan keringat dan darah pengorbanan lagi. Biarlah kubasahi dengan keringat ini. Biar saja aku penuhi ide dan kreasi sehingga penuh kembali harapan murni sebagai anak negeri. Setidaknya aku menolak mencaci, aku menolak membenci, aku menolak menjadi duri dan hanya menjadi generasi  yang penuh dengan keluh dan gerutu. Nahkoda biduk negeri tak mungkin jatuh karena sebagian besar kepercayaan dan harapan ini meyakininya. Nahkoda biduk negeri ini jangan kita biarkan sendiri ketika berusaha melintasi badai luar biasa dari dalam arung bahteranya. Biduk ini tak akan tenggelam jika kita menjaga irama kebersamaan, kekesatuan paham dan gerak badan yang bersinergi dengan aba-aba sang nahkoda. Nahkoda kita tak terpilih dari dewa-dewa, bukanlah malaikat tanpa sanggup salah dan alpa. Tidak setengahpun dari kekuasaan yang sebenarnya. Dia hanya putra terbaik pilihan keyakinan kita dalam menjalankan amanat konstitusi. Kesadaran kita dalam mengekor generasi demokrasi. Kesepakatan kita bahwa kesempatan dan garansi itu dibalut hirarki dan konstitusi yang jelas. Yah, badai itu akan selalu datang, selama kita mengarungi samudera harapan. Badai adalah aral yang mengkukuhkan kita semua sebagai bangsa yang dewasa, kekar dan kukuh dalam menorehkan sejarah kehidupan. Badai bukan lawan, tapi putus asa, gamang dan pengkhianatan terhadap tujuan biduk negeri inilah yang harus kita lawan. Esok, kala fajar menjelang semoga  kita masih dalam biduk dan nahkoda yang sama, Indonesia Raya. Keyakinan yang tak lekang, membuat kita akan bertahan dan mengeliminasi bahaya kandas dan karamnya bahtera bangsa ini. Mari dengar peluitnya, kita masih dipercaya sebagai bagian sejarah yang mengawaki biduk negeri trah pejuang ini. Sederhanakan pola, ambil bagian dan fungsi masing-masing lalu lihatlah sekeliling. Barangkali badai itu telah melukai buritan atau lambung bahtera. Bahu membahu mari kita benahi sebagai bentuk menyingsingkan lengan baju kita demi negara. Demi bangsa, mari kita tengok lagi cakrawala pandangan kita sebagai bagian bangsa yang besar, bukankah kita dalam tujuan yang sama ?? Lalu mari kita renungkan bersama, masihkah kita perlu mencaci dan menggerutu sementara kita miliki bagian kita yang belum tentu telah purna kita kerjakan dengan baik dan benar ?? Bukankah saat kita bicara hak maka kewajiban itu menyertai ?? Atau sama-sama mari kita telaah “ Jangan kau tanya apa yang telah bangsa dan negara ini berikan padamu, tapi cobalah berpikir apa yang bisa kau berikan untuk bangsa dan negaramu “.

Jika hari ini kita lalui dengan benar setelah deraan badai kita hadapi dengan ikhlas dan sabar, niscaya Tuhan tak akan membiarkan kita semua  terombang ambing oleh keraguan dan ketidak pastian. Bagiku, peran kecilku adalah hamparan bharata yudhaku.... Jayalah negeriku, Jayalah Indonesia. NKRI harga mati, MERDEKA !!
rain 015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar