09 April 2012

MASA DIUJUNG ASA (catatan perintis)






Ayy....
 Sungguh, yang nampak ini bukan potret nirwana sayang.....
 Tentu bukan juga lukisan karya Basoeki Abdullah ....
Semua indahnya   masih di bumi kita....
 Disini, diujung tertinggi pagar kota kecil   ini
 Yang selalu kita tatap saat cerah dan pekatnya
Saat jendela kamar kita terbuka
 Kau benar, mereka juga mendengar....
 Tak banyak yang tahu eloknya
 Meski kerap telanjang tanpa selimut kabut
 Sosok tegaknya penanda wibawa,
 Lengang dalam khusyuk bersemedi
 Diamnya adalah dunia misteri tak terperi...
Selalulah waspada,
 Janganlah gegabah
 Keindahan disini bisa juga  mematikan  ....
 Meski    nyata menawarkan keajaiban penuh warna...
   Inilah Argapura.....
 Gunung yang selalu kau pandangi kala gundah,  masih tegak berjaga.....
Disebelah barat kota kecil kita





 Kuceritakan padamu ayy....
Tengoklah istana yang nampak membekas ini
 Sama sekali bukan bualan dongeng
Kurasa, 
Aku bisa merasakan bila aku seolah ditengah kehidupan berbeda
Aku seperti jadi pusat perhatian, tapi entah oleh siapa 
Disinilah aku lama terdiam
Mencoba meraba alam tak terduga
Dan disini, 
 Misterinya rapi tersimpan tak tergali
 Dan padamu, pada kawan dan dunia
Aku berkata,
 Biarlah misterinya tetap jadi batas pemahaman  benak kita
 Semakin sedikit kita tahu,
 Semakin indah ghaibnya....
 Cukuplah dirasa tanpa  jauh dan larut melihat kedalaman misterinya
Bila memaksa, bersiaplah pada pusaran ghaib
 Sebab mungkin saja kita tak akan pernah kembali...
Tersesat dalam lorong waktu tak bertepi
Saranku
Biarkan tetap sebuah misteri
Jagalah mereka agar tak sepertiku,.....
Bagimu,
Cukuplah sebagai pelipur lara
 atau...
Bila kau sesak terharu dalam kenangan  awal kita bertemu....
Aku masih disini  saat ini
Pada jutaan lorong, disela bentang  jurang tanpa waktu dan arah
Mendaki, menyusuri dan coba terus menghimpun sadar
Dengan do'a  tanpa henti
Meniup kagum
Menghibur diri saat berhitung sesal
Berbaur menyentuh buku hati
Tentang kisi-kisi pilu 
Detail perih
Detail pilu rindu adamu berbentuk rintihan  mengadu mengalun
Menyemai  kisah  cinta disetiap lembah dan lerengnya....




Sekian jauh dan waktu terus berlalu ayy.......
Kutemukan jebakan  khayal 
Tentang replika rumah kita dan sikecil Dean...
Tapi saat ini,
Aku diketinggian
Aku ditepi sebuah telaga
Dan mestinya kalian disini terabadikan bersama
Heee, pasti kau melamun
 Tak usah jua berpikir ada ayunan Dean yahh ??
 Tengoklah, anginnya yang semilir akan meninakan
 Sejuknya akan hantar padanya mimpi terindah
 Bila terjaga,  panorama disini akan ramah  menemani
Membuat Dean akan sedikit  lupa pada  botol susu favoritnya
Membuatnya  akan terus tersenyum  tanpa  lemah dan sedih
Aku yakin jua,
Alam akan menuntunnya dengan benar
Nafasnya tak akan lepas dari khas edelweise dan hembus hutan cemara
 Mulut mungilnya akan senantiasa  bersyair zikir  syukur
Percayalah
 Dean akan tatap telaga ini setajam sorot mata garuda
  Menjaga lerengnya penuh waspada
Menjadi saksi kunci  kisah kita disini dalam  cinta 
Aku terbatuk ayy...
Sesak dan tak  lagi  biasa... 






 Sayang, telah 16 kali siang.....
Merangkak aku membawa luka dibadan
Hingga aku tak mungkin kuat  melintasi
 Tepian lereng disini belumlah banyak terambah...
 Rupawan begitu pandai menutup aura...
 Membuat sentuhan harmoni kerinduan...
Bila kelak kau dan Dean mencari jejakku
Aku didekat ngarai ini sempat berhenti
Ada jejak kaki
Ada jejak sepatu
 Tak usah pedulikan tapal batas itu ayy....
Aku tinggalkan beberapa tanda
Bahkan cincin tembaga yang pernah kita punya
Bila masih kuhadapi 16 kali malam
Aku berharap tak sedingin kemarin, ngilu sekali
Membuatku  berkunang-kunang ayy...
Sempat aku dalam amarah dibalik perdu itu
Pusing rasanya melihat batas dan rambu disini
Sedikit meletupkan gusarku
 Benarlah berita mereka yang kudengar,
Argapura telah bergeser sedikit jauh dari jendela peta
Menjadi terlalu kecil irisannya bagi kota kita
Proteslah, bahkan fitnahlah semua hati...
Kota kitalah yang mestinya menata disini
Cobalah bicara dan berteriak
Meyakinkan para wali rakyat tentang dengung kabar lebah 
 Bahwa ini benar-benar gunung milik kita yang dijarah...
 Tapi janganlah kau terlalu gusar  ayy
Sebab bukan lagi penjajah asing yang menguasai....
Meski banyak bukti keberadaan sejarah  mereka menandai
Tapi yang kali ini
Yang kumaksud adalah tetangga kota kita
 Yang  juga satu bendera....
Satu lambang
Satu semboyan  yang sama...
 Bhineka Tunggal Ika.....
   





Ayy aku lelah......
Berapa malam kau tak bergelayut ?
Berapa kali siang kau tak memelukku ?
Dideretan  pegunungan Hyang ini,
Memanjang meraup imaji....
Luas menopang ilusi....
Tingginya menjanjikan oase hakiki....
Datarnya adalah sihir ilhami....
Lekuk lembahnya menyimpan harmoni...
Lereng terjalnya penuh dengan inspirasi....
Kau tau ??
Puisi bisa dengan mudah tercipta disini....
Hanya saja batin ini kadang tak jeli.....
Masihkah kau terjaga ??
Aku yakin bila  udara dingin disini  mengisi rongga dadamu jua....
Mengetuk kisi-kisi rapuh batin
Menjadi slide potret yang  kau jajarkan dengan siluet di Shimla....
Tapi inilah pagar kota kita ayy,  Argapura.....
Membekukan dinginnya
Menjulang dilangit barat menjadi tirai senja....
Tegar...
Kekar ....
Simbol  kukuh teguh pendirian
Peneduh  jiwa para  sufi...
Mercusuar sah simbol  keyakinan ...
Beranda para leluhur mengayomi generasi...
Dibawah mitos akar-akar keyakinan dan sugesti, 
Lebat berserabut budi luhur para wali
Menegaskan sikap juang laskar pribumi
Menandaskan semangat juang revolusi....
Di setiap riap rambut kabut  sejarah heroik yang  menaungi....
Dan seperti mereka dulu,
Tikaman dingin menderaku  hingga ke seluruh sendi 
Aku tak menyerah, meski bekal telah habis sama sekali...
                                                                                          
                                                                                                                                                      


Ayy...
Aku banyak melamunkan hari kita disini....
Di rincian momen-momen sederhana detik kebersamaan ...
Sebelum usai 
Sebelum titik lelahku,
Ku ingin ikat kasih sayang didedaunan ilalang ...
Tambatkan pada hamparan sabana yang menghampar
Diterangnya  ribuan lilin langit malam
Penuh  imaji kisah klasik hitam dan putih....
Diantara sadar yang mulai samar
Kutautkan namamu diantara para pendaki, Dean juga
Salamku,
Semai peluhmu didekat mata air yang kau temui...
Biar peluh kita berpadu....
Agar dihilir Dean selalu mereguk aroma cinta kita
Pada kenangan  puting asinmu....
Pada setiap waktu, kala kau kehabisan cara pupuskan rindunya padaku... 
Ayy....
Aku semakin lirih  bertenaga
Aku memang belum tentu mati disini
Tapi setidaknya aku telah cukup meninggalkan bukti
Aku dan hati ini telah utuh kau miliki
Jaga Dean,
Jaga pula engkau
Disini, aku benar-benar merasa besarnya arti kalian bagiku
Tapi,
Sungguh aku tak sanggup meneruskan lagi...

(Gunung Argopuro, 17 hari tanpa tepi)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar