11 Mei 2012

ELANG (Petaka Demo Flight Sukhoi Super Jet 100)



 Tragedi Hilangnya pesawat Sukhoi Super Jet 100 produksi Rusia dalam Demo Flight (rabu,9/5) kemarin akhirnya terpecahkan. Pesawat tipe komersial tersebut akhirnya  diketemukan dalam keadaan hancur berantakan di sebuah tebing gunung Salak. Pesawat naas tersebut membawa 45 penumpang berikut awak dan kru saat demo flight dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Hingga posting ini, tim SAR telah berhasil mengevakuasi sekitar 12 jenazah dari lokasi kejadian. Lokasi yang curam dan kondisi cuaca yang ekstrem berubah-ubah menyulitkan proses evakuasi tersebut hingga berjalan lambat. Kejadian yang menimpa pesawat canggih ini bukanlah satu-satunya kejadian yang mewarnai dunia penerbangan dengan lokasi gunung yang sama. Sebelumnya telah tercatat beberapa kejadian sehingga banyak orang menilai bahwa lokasi gunung tersebut adalah kuburan pesawat di Indonesia.


Gunung Salak berdiri tegak di wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Gunung yang memiliki karakter unik bernuansa magis ini telah banyak menyimpan sejarah dan kenangan bagi warga sekitarnya. Para adventure atau pecinta alam mengekspresikan kekaguman atas keindahan gunung ini dengan cara melakukan pendakian dengan membuka jalur-jalur pendakian baru untuk bahan latihan dan survival.
Namun di balik keanggunan gunung setinggi 2.221 meter ini, ternyata begitu banyak menyimpan misteri dan beragam kecelakaan atau musibah yang menimpa perseorangan atau  kelompok lainnya. Sederet kecelakaan pesawat yang menyebabkan jatuh korban  banyak terjadi di sini, antara lain:

29 Oktober 2003
Helikopter Sikorsky S-58 jenis Twinpac dengan nomor H-3408 milik TNI Angkatan Udara jatuh di areal kebun kacang dan tanaman singkong di dalam pangkalan udara militer Atang Sanjaya, Bogor.
Pangkalan udara ini terletak di kaki Gunung Salak. Tujuh anggota TNI AU, yakni dua penerbang dan lima kru mekanik tewas..

20 Juni 2004
Pesawat Cessna 185 Skywagon jatuh di Danau Lido, Cijeruk, Bogor. Kecelakaan ini menewaskan atlet terjun payung bernama Edy Cristiono.

26 Juni 2008
Pesawat Cassa TNI AU A212-200 jatuh di kawasan Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. 18 Penumpang tewas akibat kecelakaan itu.

30 April 2009
Pesawat latih jenis Sundowner ini jatuh di daerah Tenjo, Bogor, Jawa Barat.
Saat itu instruktur penerbang yang bernama Nicholas Burung akhirnya meninggal tak lama setelah kejadian itu, di dalam perjalanannya saat menuju ke rumah sakit.

12 Juni 2009
Kecelakaan pesawat TNI kembali terjadi. Kali ini adalah Helikopter Puma milik TNI AU jatuh di kawasan Lanud Atang Sendjaja, Bogor.
Dalam kecelakaan tersebut, 2 tentara mekanik tewas, sedangkan pilot Mayor (pnb) Sobic Fanani dan kopilot Lettu Wisnu, serta tiga anggota TNI lainnya mengalami luka.

9 Mei 2012
Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang melakukan joy flight saat pengetesan dan promosinya untuk maskapai-maskapai di Indonesia, hilang kontak di kawasan Gunung Salak, Bogor, pada hari Rabu 9 Mei 2012.

Sehari setelahnya dipastikan pesawat buatan Rusia itu jatuh di lereng Gunung Salak. Badan pesawat pecah berkeping-keping. Dalam pesawat tersebut, dioperasikan oleh pilot senior Aleksandr Yablontsev, co-pilot Aleksandr Kochetkov.
Dan terdapat 45 penumpang, 8 di antaranya merupakan kru asal Russia, 2 orang Italia, satu orang warga negara Perancis dan satu orang warga negara Amerika.

Menurut beberapa pakar penerbangan dari luar negeri, kecelakaan ini bisa jadi akibat keteledoran dari manusia atau human error.
Pakar penerbangan dari luar negeri juga mensinyalir, pesawat ini sebenarnya tergolong generasi terbaru, maka kemampuan pesawat sebenarnya tak diragukan lagi. Pesawat ini adalah pesawat berteknologi canggih dan handal.Bisa jadi karena ini merupakan penerbangan perkenalan kepada para buyer pesawat, maka sang pilot berusaha menunjukkan performa dari pesawat tersebut. Seperti layaknya “tes pilot” mereka akan menunjukkan atau  melakukan manuver pesawat yang bersangkutan secara “push to the limit“.
Artinya, sang pilot akan menunjukkan kelebihan-kelebihan dari pesawat Sukhoi ini. Misal manuver yang tak biasa, seperti menukik, berbelok ataupun naik tinggi secara “tak biasa”.
Namun karena keadaan cuaca di sekitar gunung selalu dapat berubah dengan cepat, maka bisa jadi pesawat ini terlempar atau terdorong oleh angin samping dari sisi gunung Salak yang selalu berubah-ubah setiap saat dan membuat pesawat melenceng dari jalur yang telah ditetapkan.
Pesawat Sukhoi Superjet 100 tersebut datang pada Selasa (8/5/2012) sekitar pukul 16.00 WIB di Lanud Halim Perdanakusuma dengan misi ke Indonesia yang akan melaksanakan demo penerbangan dan menurut rencana akan kembali ke negaranya pada Kamis (10/5) hari ini.
Lalu, pada Rabu (9/5), pesawat Sukhoi Superjet 100 berangkat dari Bandara Halim Perdanakusuma sekitar pukul 14.00 WIB, namun hilang kontak sekitar pukul 14.33 WIB ketika melintasi Gunung Salak, dengan koordinat diploting dalam radar Bandara Soekarno-Hatta pada koordinat 06 43 08 South dan 106 43 15 East.
Dalam komunikasi via radio terakhir atau 20 menit setelah lepas landas, pilot meminta izin kepada menara Bandara Soekarno Hatta untuk menurunkan ketinggian dari 10.000 ribu kaki (3.000 meter) menjadi 6.000 ribu kaki (1.800).
Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang hilang kontak saat melakukan uji terbang di sekitar Gunung Salak yang berbatasan antara Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor.


1. PREDIKSI KECELAKAAN AKIBAT ANGIN DARI ARAH SAMPING (crosswind / sidewind)

Rute tetap normal, namun rute berubah secara perlahan akibat adanya angin dari arah antara selatan dan membuat pesawat melenceng dari jalur dan mendekati puncak gunung Salak. Tapi dengan kondisi seperti itu pasti warning alarm di cockpit akan berbunyi dan pilot akan dapat mengantisipasinya.
Namun pilot meminta turun ketinggian? Masih tak dimengerti mengapa pilot meminta penurunan ketinggian yang lebih rendah dari puncak gunung Salak. Mungkin jawabannya ada di point kedua.

2. PREDIKSI KECELAKAAN AKIBAT ANGIN DARI ARAH BELAKANG (wind from behind)

Rute berubah dan sedikit tidak normal, mungkin karena kali ini pilot sengaja melakukan “performa” pesawat ini kepada penumpang.
Namun pilot meminta turun ketinggian? Bisa jadi pilot meminta ketinggiannya diturunkan kepada ATC untuk mencoba “performa” dari pesawat canggih ini mengarah langsung menuju puncak gunung Salak dari arah barat.
Saat mendekati puncak gunung, pastilah warning alarm pada cockpit berbunyi namun diabaikan, kenapa? Bisa jadi karena sang pilot ingin melakukan “performa” alias show skill dan show performs pesawat canggih ini dengan melakukan gerakan menanjak diatas gunug Salak dan melalui diatas tebing tersebut.
Namun karena adanya angin dari arah antara selatan, justru membuat pesawat semakin terdorong kearah puncak gunung Salak dan membuat pesawat tidak lagi memiliki dorongan mesin yang normal (lost power) untuk menanjak dan bermaksud melalui atas puncak gunung Salak itu dan justru menjadikannya terbentur tebing gunung Salak.

Karena adanya angin yang searah dengan pesawat, maka pesawat kehilangan tenaga untuk naik (lost power) dan gagal melintasi gunung Salak . 
Begitulah beberapa ahli memperkirakan teori kemungkinan penyebab kecelakaan, namun hingga posting  ini, KNKT masih terus menyelidiki penyebab kecelakaan bersama tim khusus dari Sukhoi sendiri dan belum mengkonfirmasi kemungkinan penyebab kecelakaan tersebut.


Kejanggalan Kecelakaan Pesawat Sukhoi SJ 100 
Pilot pesawat Sukhoi Superjet 100 sempat meminta izin Air Traffic Control (ATC) untuk menurunkan pesawatnya dari 10.000 kaki ke 6.000 kaki di atas kawasan udara Atang Sanjaya. Tak lama setelah itu, komunikasi terputus dan ternyata pesawat justru menabrak tebing Gunung Salak, Bogor.

Kejanggalan Kecelakaan Pesawat Sukhoi
Penyelidikan tentang penyebab kecelakaan pesawat super canggih buatan Rusia tersebut hingga kini tengah dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia dan Rusia. Tim masih berusaha mencari kotak hitam (black box) untuk mengetahui penyebab kecelakan tersebut.

Sukamto, Safety Manager PT Sky Aviation, perusahaan yang sebelumnya tertarik membeli Sukhoi Superjet itu, menyadari banyak yang janggal dalam kecelakaan itu. Salah satunya adalah keputusan pilot menurunkan ketinggian dari 10.000 kaki ke 6.000 kaki. Padahal, tinggi Gunung Salak adalah 6.800 kaki.

"Kalau alasannya karena ada awan di depan, seharusnya lebih aman kalau pesawat itu naik ke atas dan bukannya turun karena itu 'kan kawasan pegunungan jadi bahaya kalau ada benturan," ujar Sukamto.

Selain itu, pesawat secanggih Sukhoi Superjet, lanjutnya, juga seharusnya mampu melewati turbulance yang timbul jika pilot tetap melaju melintasi awan. "Selama sistem navigasinya mumpuni, seharusnya pesawat bisa lewat awan itu. Saya tidak tahu kenapa pilot memutuskan turun sampai 4.000 kaki padahal itu beresiko," paparnya.

Ia pun mempertanyakan mengapa pihak ATC memberi izin pesawat untuk turun ke 6.000 kaki. Sukamto menilai jika alasan ATC karena pilot meminta turun saat di atas landasan Atang Sanjaya yang merupakan kawasan yang aman, maka ada hal janggal lainnya yang timbul. Pasalnya, pesawat tersebut justru mengarah ke lereng Gunung Salak, dan ada kemungkinan terbang rendah di kawasan tersebut.

"Kalau pesawat komersil biasa, prosedur turun 10.000 ke 6.600 belok kiri di Atang Sanjaya, lalu belok kiri lagi dari 6.000 ke 2.500 masuk ke Halim. Itu yang saya tidak mengerti, kenapa pesawat justru belok ke kanan, bukan ke kiri, walaupun bila dalam kondisi joyflight tidak ada aturan apa pun, " kata Sukamto.

Dugaan adanya manuver yang dilakukan sang pilot pun muncul. Namun, Sukamto memastikan bahwa dalam aturan joy flight pesawat penerbangan sipil, manuver tidak bisa dilakukan secara ekstrem.

"Kalau dia coba-coba, itu sudah melanggar, dan tidak mungkin dia lakukan karena resikonya sangat besar," kata Sukamto.

Sistem navigasi dan peringatan dini yang dimiliki pesawat seperti theater airborne warning system (TAWS) juga seharusnya bekerja memberikan informasi ke pilot. TAWS adalah perangkat peringatan dini pada pesawat mengenai rintangan di luar.

"Kalau ada lereng atau tebing di sekitar pesawat berkilo-kilometer sebelumnya, TAWS akan keluarkan bunyi tanda peringatan ke pilot. Harusnya alat ini bekerja apalagi dengan pesawat secanggih Sukhoi, pasti ada jarak yang cukup jauh sehingga TAWS ini akan berbunyi lebih cepat," ujar Sukamto.
Fakta Lain Gunung Salak

Fakta lain tentang kejadian yang tak jarang  sering mengakibatkan jatuhnya korban jiwa juga tak hanya menimpa  pesawat, manusia yang sedang mendaki pun terkadang bisa ‘hilang kontak’ di kawasan Gunung Salak. Beberapa tercatat antara lain , pada April tahun 1987 lalu, pernah ada pula tujuh pendaki dari siswa STM Pembangunan, Jakarta Timur, ditemukan tewas di kawasan gunung itu. Mereka terperosok ke jurang di Curug Orok yang memiliki kedalaman sekitar 400 meter di punggung gunung.
Tim SAR pencarian bangkai pesawat Sukhoi Super Jet 100 sedang menuju Kawah Ratu.  Gunung Salak lebih populer sebagai ajang tempat pendidikan bagi klub-klub pecinta alam, terutama sekali daerah punggungan Salak II. Ini dikarenakan medan hutannya yang rapat dan juga jarang pendaki yang mengunjungi gunung ini.
Gunung ini memiliki jalur yang cukup sulit bagi para pendaki pemula. Hal ini dikarenakan di jalur yang dilewati jarang ditemukan cadangan air.
Meski tergolong sebagai gunung yang rendah, tetapi Gunung Salak memiliki keunikan tersendiri baik karakteristik hutannya maupun medannya.
Untuk tipe gunung serendah itu, Gunung Salak termasuk memiliki medan yang tergolong sulit ditembus, itu sebabnya gunung ini sangat cocok dijadikan lokasi latihan oleh berbagai kalangan pencinta alam dan militer.
Di wilayah gunung Salak, untuk mencari sumber mata air saja, pendaki tidak boleh sembarangan mengambilnya dari anak-anak sungai disana karena hampir semua air di sungai tersebut masih mengandung sulfur yang berbahaya untuk tubuh.
Seperti sebuah kawah di gunung Salak,di kawahnya yang juga disebut “kawah ratu” masih terdapat sumber sulfur dan belerang baik berupa gas, uap ataupun kubangan yang panas dan mendidih.
Pernah juga menimpa  siswa-siswa SMP di Jawa Barat dan juga masih ada sederet peristiwa di wilayah “kawah ratu” ini yang meninggal dunia. saat kawah tersebut dapat dengan tiba-tiba mengeluarkan asap belerang yang dapat meracuni paru-paru.
Karena kondisi ini, maka sebagian masyarakat menyebut Kawah Ratu angker dan status berbahaya oleh para pencinta alam. Meskipun demikian pada kenyataannya area inilah yang lebih banyak dikunjungi orang  dan menjadi salah satu obyek latihan militer pilihan bagi TNI
(berbagai sumber/icc.wp.com)