Tragedi Hilangnya pesawat Sukhoi Super Jet 100 produksi Rusia dalam Demo Flight (rabu,9/5) kemarin akhirnya terpecahkan. Pesawat tipe komersial tersebut akhirnya diketemukan dalam keadaan hancur berantakan di sebuah tebing gunung Salak. Pesawat naas tersebut membawa 45 penumpang berikut awak dan kru saat demo flight dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Hingga posting ini, tim SAR telah berhasil mengevakuasi sekitar 12 jenazah dari lokasi kejadian. Lokasi yang curam dan kondisi cuaca yang ekstrem berubah-ubah menyulitkan proses evakuasi tersebut hingga berjalan lambat. Kejadian yang menimpa pesawat canggih ini bukanlah satu-satunya kejadian yang mewarnai dunia penerbangan dengan lokasi gunung yang sama. Sebelumnya telah tercatat beberapa kejadian sehingga banyak orang menilai bahwa lokasi gunung tersebut adalah kuburan pesawat di Indonesia.
Gunung Salak
berdiri tegak di wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Gunung yang memiliki karakter unik bernuansa magis ini telah banyak menyimpan sejarah dan kenangan bagi warga sekitarnya. Para adventure atau pecinta alam mengekspresikan kekaguman atas keindahan gunung ini
dengan cara melakukan pendakian dengan membuka jalur-jalur pendakian baru untuk bahan latihan dan survival.
Namun di
balik keanggunan gunung setinggi 2.221 meter ini, ternyata begitu banyak menyimpan misteri dan beragam kecelakaan atau musibah yang menimpa perseorangan atau kelompok lainnya. Sederet kecelakaan pesawat yang menyebabkan jatuh korban banyak terjadi di sini, antara lain:
29 Oktober 2003
Helikopter Sikorsky S-58 jenis Twinpac dengan nomor H-3408 milik TNI Angkatan Udara jatuh di areal kebun kacang dan tanaman singkong di dalam pangkalan udara militer Atang Sanjaya, Bogor.
Helikopter Sikorsky S-58 jenis Twinpac dengan nomor H-3408 milik TNI Angkatan Udara jatuh di areal kebun kacang dan tanaman singkong di dalam pangkalan udara militer Atang Sanjaya, Bogor.
Pangkalan
udara ini terletak di kaki Gunung Salak. Tujuh anggota TNI AU, yakni dua
penerbang dan lima kru mekanik tewas..
20 Juni 2004
Pesawat Cessna 185 Skywagon jatuh di Danau Lido, Cijeruk, Bogor. Kecelakaan ini menewaskan atlet terjun payung bernama Edy Cristiono.
Pesawat Cessna 185 Skywagon jatuh di Danau Lido, Cijeruk, Bogor. Kecelakaan ini menewaskan atlet terjun payung bernama Edy Cristiono.
26 Juni 2008
Pesawat Cassa TNI AU A212-200 jatuh di kawasan Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. 18 Penumpang tewas akibat kecelakaan itu.
Pesawat Cassa TNI AU A212-200 jatuh di kawasan Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. 18 Penumpang tewas akibat kecelakaan itu.
30 April 2009
Pesawat latih jenis Sundowner ini jatuh di daerah Tenjo, Bogor, Jawa Barat.
Pesawat latih jenis Sundowner ini jatuh di daerah Tenjo, Bogor, Jawa Barat.
Saat itu
instruktur penerbang yang bernama Nicholas Burung akhirnya meninggal tak lama
setelah kejadian itu, di dalam perjalanannya saat menuju ke rumah sakit.
12 Juni 2009
Kecelakaan pesawat TNI kembali terjadi. Kali ini adalah Helikopter Puma milik TNI AU jatuh di kawasan Lanud Atang Sendjaja, Bogor.
Kecelakaan pesawat TNI kembali terjadi. Kali ini adalah Helikopter Puma milik TNI AU jatuh di kawasan Lanud Atang Sendjaja, Bogor.
Dalam
kecelakaan tersebut, 2 tentara mekanik tewas, sedangkan pilot Mayor (pnb) Sobic
Fanani dan kopilot Lettu Wisnu, serta tiga anggota TNI lainnya mengalami luka.
9 Mei 2012
Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang melakukan joy flight saat pengetesan dan promosinya untuk maskapai-maskapai di Indonesia, hilang kontak di kawasan Gunung Salak, Bogor, pada hari Rabu 9 Mei 2012.
Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang melakukan joy flight saat pengetesan dan promosinya untuk maskapai-maskapai di Indonesia, hilang kontak di kawasan Gunung Salak, Bogor, pada hari Rabu 9 Mei 2012.
Sehari
setelahnya dipastikan pesawat buatan Rusia itu jatuh di lereng Gunung Salak.
Badan pesawat pecah berkeping-keping. Dalam pesawat tersebut, dioperasikan oleh
pilot senior Aleksandr Yablontsev, co-pilot Aleksandr Kochetkov.
Dan terdapat
45 penumpang, 8 di antaranya merupakan kru asal Russia, 2 orang Italia, satu
orang warga negara Perancis dan satu orang warga negara Amerika.
Menurut
beberapa pakar penerbangan dari luar negeri, kecelakaan
ini bisa jadi akibat keteledoran dari manusia atau human error.
Pakar
penerbangan dari luar negeri juga mensinyalir, pesawat ini sebenarnya tergolong
generasi terbaru, maka kemampuan pesawat sebenarnya tak diragukan lagi. Pesawat
ini adalah pesawat berteknologi canggih dan handal.Bisa jadi
karena ini merupakan penerbangan perkenalan kepada para buyer pesawat, maka
sang pilot berusaha menunjukkan performa dari pesawat tersebut. Seperti
layaknya “tes pilot” mereka akan menunjukkan atau melakukan manuver
pesawat yang bersangkutan secara “push to the limit“.
Artinya,
sang pilot akan menunjukkan kelebihan-kelebihan dari pesawat Sukhoi ini. Misal
manuver yang tak biasa, seperti menukik, berbelok ataupun naik tinggi secara
“tak biasa”.
Namun karena
keadaan cuaca di sekitar gunung selalu dapat berubah dengan cepat, maka bisa
jadi pesawat ini terlempar atau terdorong oleh angin samping dari sisi gunung
Salak yang selalu berubah-ubah setiap saat dan membuat pesawat melenceng dari
jalur yang telah ditetapkan.
Pesawat
Sukhoi Superjet 100 tersebut datang pada Selasa (8/5/2012) sekitar pukul 16.00
WIB di Lanud Halim Perdanakusuma dengan misi ke Indonesia yang akan
melaksanakan demo penerbangan dan menurut rencana akan kembali ke negaranya
pada Kamis (10/5) hari ini.
Lalu, pada
Rabu (9/5), pesawat Sukhoi Superjet 100 berangkat dari Bandara Halim
Perdanakusuma sekitar pukul 14.00 WIB, namun hilang kontak sekitar pukul 14.33
WIB ketika melintasi Gunung Salak, dengan koordinat diploting dalam radar
Bandara Soekarno-Hatta pada koordinat 06 43 08 South dan 106 43 15 East.
Dalam
komunikasi via radio terakhir atau 20 menit setelah lepas landas, pilot meminta
izin kepada menara Bandara Soekarno Hatta untuk menurunkan ketinggian dari
10.000 ribu kaki (3.000 meter) menjadi 6.000 ribu kaki (1.800).
Pesawat
Sukhoi Superjet 100 yang hilang kontak saat melakukan uji terbang di sekitar
Gunung Salak yang berbatasan antara Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor.
1. PREDIKSI
KECELAKAAN AKIBAT ANGIN DARI ARAH SAMPING (crosswind / sidewind)
Rute tetap
normal, namun rute berubah secara perlahan akibat adanya angin dari arah antara
selatan dan membuat pesawat melenceng dari jalur dan mendekati puncak gunung
Salak. Tapi dengan kondisi seperti itu pasti warning alarm di cockpit
akan berbunyi dan pilot akan dapat mengantisipasinya.
Namun pilot
meminta turun ketinggian? Masih tak dimengerti mengapa pilot meminta penurunan
ketinggian yang lebih rendah dari puncak gunung Salak. Mungkin jawabannya ada
di point kedua.
2. PREDIKSI
KECELAKAAN AKIBAT ANGIN DARI ARAH BELAKANG (wind from behind)
Rute berubah
dan sedikit tidak normal, mungkin karena kali ini pilot sengaja melakukan
“performa” pesawat ini kepada penumpang.
Namun pilot
meminta turun ketinggian? Bisa jadi pilot meminta ketinggiannya diturunkan
kepada ATC untuk mencoba “performa” dari pesawat canggih ini mengarah langsung
menuju puncak gunung Salak dari arah barat.
Saat
mendekati puncak gunung, pastilah warning alarm pada cockpit berbunyi namun
diabaikan, kenapa? Bisa jadi karena sang pilot ingin melakukan “performa” alias show
skill dan show performs pesawat canggih ini dengan melakukan gerakan
menanjak diatas gunug Salak dan melalui diatas tebing tersebut.
Namun karena
adanya angin dari arah antara selatan, justru membuat pesawat semakin terdorong
kearah puncak gunung Salak dan membuat pesawat tidak lagi memiliki dorongan
mesin yang normal (lost power) untuk menanjak dan bermaksud melalui atas
puncak gunung Salak itu dan justru menjadikannya terbentur tebing gunung Salak.
Karena
adanya angin yang searah dengan pesawat, maka pesawat kehilangan tenaga untuk
naik (lost power) dan gagal melintasi gunung Salak .
Begitulah beberapa ahli memperkirakan teori kemungkinan penyebab kecelakaan, namun hingga posting ini, KNKT masih terus menyelidiki penyebab kecelakaan bersama tim khusus dari Sukhoi sendiri dan belum mengkonfirmasi kemungkinan penyebab kecelakaan tersebut.
Kejanggalan Kecelakaan Pesawat Sukhoi SJ 100
Pilot pesawat Sukhoi Superjet 100 sempat meminta izin Air Traffic
Control (ATC) untuk menurunkan pesawatnya dari 10.000 kaki ke 6.000 kaki
di atas kawasan udara Atang Sanjaya. Tak lama setelah itu, komunikasi
terputus dan ternyata pesawat justru menabrak tebing Gunung Salak,
Bogor.
Penyelidikan tentang penyebab kecelakaan pesawat super canggih buatan Rusia tersebut hingga kini tengah dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia dan Rusia. Tim masih berusaha mencari kotak hitam (black box) untuk mengetahui penyebab kecelakan tersebut.
Sukamto, Safety Manager PT Sky Aviation, perusahaan yang sebelumnya tertarik membeli Sukhoi Superjet itu, menyadari banyak yang janggal dalam kecelakaan itu. Salah satunya adalah keputusan pilot menurunkan ketinggian dari 10.000 kaki ke 6.000 kaki. Padahal, tinggi Gunung Salak adalah 6.800 kaki.
"Kalau alasannya karena ada awan di depan, seharusnya lebih aman kalau pesawat itu naik ke atas dan bukannya turun karena itu 'kan kawasan pegunungan jadi bahaya kalau ada benturan," ujar Sukamto.
Selain itu, pesawat secanggih Sukhoi Superjet, lanjutnya, juga seharusnya mampu melewati turbulance yang timbul jika pilot tetap melaju melintasi awan. "Selama sistem navigasinya mumpuni, seharusnya pesawat bisa lewat awan itu. Saya tidak tahu kenapa pilot memutuskan turun sampai 4.000 kaki padahal itu beresiko," paparnya.
Ia pun mempertanyakan mengapa pihak ATC memberi izin pesawat untuk turun ke 6.000 kaki. Sukamto menilai jika alasan ATC karena pilot meminta turun saat di atas landasan Atang Sanjaya yang merupakan kawasan yang aman, maka ada hal janggal lainnya yang timbul. Pasalnya, pesawat tersebut justru mengarah ke lereng Gunung Salak, dan ada kemungkinan terbang rendah di kawasan tersebut.
"Kalau pesawat komersil biasa, prosedur turun 10.000 ke 6.600 belok kiri di Atang Sanjaya, lalu belok kiri lagi dari 6.000 ke 2.500 masuk ke Halim. Itu yang saya tidak mengerti, kenapa pesawat justru belok ke kanan, bukan ke kiri, walaupun bila dalam kondisi joyflight tidak ada aturan apa pun, " kata Sukamto.
Dugaan adanya manuver yang dilakukan sang pilot pun muncul. Namun, Sukamto memastikan bahwa dalam aturan joy flight pesawat penerbangan sipil, manuver tidak bisa dilakukan secara ekstrem.
"Kalau dia coba-coba, itu sudah melanggar, dan tidak mungkin dia lakukan karena resikonya sangat besar," kata Sukamto.
Sistem navigasi dan peringatan dini yang dimiliki pesawat seperti theater airborne warning system (TAWS) juga seharusnya bekerja memberikan informasi ke pilot. TAWS adalah perangkat peringatan dini pada pesawat mengenai rintangan di luar.
"Kalau ada lereng atau tebing di sekitar pesawat berkilo-kilometer sebelumnya, TAWS akan keluarkan bunyi tanda peringatan ke pilot. Harusnya alat ini bekerja apalagi dengan pesawat secanggih Sukhoi, pasti ada jarak yang cukup jauh sehingga TAWS ini akan berbunyi lebih cepat," ujar Sukamto.
Sukamto, Safety Manager PT Sky Aviation, perusahaan yang sebelumnya tertarik membeli Sukhoi Superjet itu, menyadari banyak yang janggal dalam kecelakaan itu. Salah satunya adalah keputusan pilot menurunkan ketinggian dari 10.000 kaki ke 6.000 kaki. Padahal, tinggi Gunung Salak adalah 6.800 kaki.
"Kalau alasannya karena ada awan di depan, seharusnya lebih aman kalau pesawat itu naik ke atas dan bukannya turun karena itu 'kan kawasan pegunungan jadi bahaya kalau ada benturan," ujar Sukamto.
Selain itu, pesawat secanggih Sukhoi Superjet, lanjutnya, juga seharusnya mampu melewati turbulance yang timbul jika pilot tetap melaju melintasi awan. "Selama sistem navigasinya mumpuni, seharusnya pesawat bisa lewat awan itu. Saya tidak tahu kenapa pilot memutuskan turun sampai 4.000 kaki padahal itu beresiko," paparnya.
Ia pun mempertanyakan mengapa pihak ATC memberi izin pesawat untuk turun ke 6.000 kaki. Sukamto menilai jika alasan ATC karena pilot meminta turun saat di atas landasan Atang Sanjaya yang merupakan kawasan yang aman, maka ada hal janggal lainnya yang timbul. Pasalnya, pesawat tersebut justru mengarah ke lereng Gunung Salak, dan ada kemungkinan terbang rendah di kawasan tersebut.
"Kalau pesawat komersil biasa, prosedur turun 10.000 ke 6.600 belok kiri di Atang Sanjaya, lalu belok kiri lagi dari 6.000 ke 2.500 masuk ke Halim. Itu yang saya tidak mengerti, kenapa pesawat justru belok ke kanan, bukan ke kiri, walaupun bila dalam kondisi joyflight tidak ada aturan apa pun, " kata Sukamto.
Dugaan adanya manuver yang dilakukan sang pilot pun muncul. Namun, Sukamto memastikan bahwa dalam aturan joy flight pesawat penerbangan sipil, manuver tidak bisa dilakukan secara ekstrem.
"Kalau dia coba-coba, itu sudah melanggar, dan tidak mungkin dia lakukan karena resikonya sangat besar," kata Sukamto.
Sistem navigasi dan peringatan dini yang dimiliki pesawat seperti theater airborne warning system (TAWS) juga seharusnya bekerja memberikan informasi ke pilot. TAWS adalah perangkat peringatan dini pada pesawat mengenai rintangan di luar.
"Kalau ada lereng atau tebing di sekitar pesawat berkilo-kilometer sebelumnya, TAWS akan keluarkan bunyi tanda peringatan ke pilot. Harusnya alat ini bekerja apalagi dengan pesawat secanggih Sukhoi, pasti ada jarak yang cukup jauh sehingga TAWS ini akan berbunyi lebih cepat," ujar Sukamto.
Fakta Lain Gunung Salak
Fakta lain tentang kejadian yang tak jarang sering mengakibatkan jatuhnya korban jiwa juga tak hanya menimpa
pesawat, manusia yang sedang mendaki pun terkadang bisa ‘hilang kontak’ di
kawasan Gunung Salak. Beberapa tercatat antara lain , pada April
tahun 1987 lalu, pernah ada pula tujuh pendaki dari siswa STM Pembangunan,
Jakarta Timur, ditemukan tewas di kawasan gunung itu. Mereka terperosok ke
jurang di Curug Orok yang memiliki kedalaman sekitar 400 meter di
punggung gunung.
Tim
SAR
pencarian bangkai pesawat Sukhoi Super Jet 100 sedang menuju Kawah
Ratu. Gunung Salak lebih populer sebagai ajang tempat pendidikan bagi
klub-klub pecinta alam, terutama sekali daerah punggungan Salak II. Ini
dikarenakan medan hutannya yang rapat dan juga jarang pendaki yang
mengunjungi
gunung ini.
Gunung ini
memiliki jalur yang cukup sulit bagi para pendaki pemula. Hal ini dikarenakan
di jalur yang dilewati jarang ditemukan cadangan air.
Meski
tergolong sebagai gunung yang rendah, tetapi Gunung Salak memiliki keunikan
tersendiri baik karakteristik hutannya maupun medannya.
Untuk tipe
gunung serendah itu, Gunung Salak termasuk memiliki medan yang tergolong sulit
ditembus, itu sebabnya gunung ini sangat cocok dijadikan lokasi latihan oleh
berbagai kalangan pencinta alam dan militer.
Di wilayah
gunung Salak, untuk mencari sumber mata air saja, pendaki tidak boleh
sembarangan mengambilnya dari anak-anak sungai disana karena hampir semua air
di sungai tersebut masih mengandung sulfur yang berbahaya untuk tubuh.
Seperti sebuah kawah
di gunung Salak,di kawahnya
yang juga disebut “kawah ratu” masih terdapat sumber sulfur dan belerang baik
berupa gas, uap ataupun kubangan yang panas dan mendidih.
Pernah juga menimpa
siswa-siswa SMP di Jawa Barat dan juga masih ada sederet peristiwa di wilayah
“kawah ratu” ini yang meninggal dunia. saat kawah tersebut dapat
dengan tiba-tiba mengeluarkan asap belerang yang dapat meracuni paru-paru.
Karena
kondisi
ini, maka sebagian masyarakat menyebut Kawah Ratu angker dan status
berbahaya oleh para
pencinta alam. Meskipun demikian pada kenyataannya area inilah yang
lebih banyak dikunjungi orang dan menjadi salah satu obyek latihan
militer pilihan bagi TNI
(berbagai sumber/icc.wp.com)