08 Mei 2012

GERIMIS


Matahari tak biasanya kali ini muncul sedikit malu, jangan-jangan  karena kemarin begitu banyak orang yang  marah pada raja siang ini. Mungkin, ia masih ragu tersenyum  dengan gigi taring yang terus meruncing tajam.  Sementara ia selalu berusaha tersenyum lembut dengan deretan gigi yang tak rapi. Antara percaya dan tidak, aku jadi sedikit setuju bila matahari iri dengan penampilan anggun bulan  yang banyak identik dengan pujian dan nyanyian para satria pena.
Disini, aku tak mampu menulis dibawah  cahaya bulan bila hanya dengan pencil ini sehingga aku lebih memilih matahari meskipun kadang berlebihan membimbingku menulis deretan huruf  namamu dihati. Sebenarnya aku lebih memilih waktu diantara redup malam  bersama kerlip bintang asal hati ini jelas menata huruf namamu berurutan. Tentu tak perlu latar keindahan jalan-jalan curam seperti di Shimla, atau padang sabana didataran rendah afrika, karena aku telah menguji kemampuan jari ini mengukir namamu dalam cerita cinta kita meskipun dengan huruf bergaya verdana.  Kau akan bisa membacanya dengan cara yang teramat sederhana tanpa  perlu penerjemah dan algoritma makna selain arti “Cinta” saja. Atau bila ada yang ingin mencoba lebih mengenal keajaiban huruf-huruf bisu dengan hologram cinta, maka  pejamkan mata dan mulai dengan huruf awal yang paling disuka dan coba  tata di hening jiwa dan bening nurani sebelum gunakan perasaanmu untuk memilih huruf kedua, ketiga dan seterusnya hingga tak ada tempat bagi huruf yang kau benci dan tak pernah ada peluang lagi untuk makna yang tak kau suka. Aku, kau dan semua harus percaya jika deretan itu tak lebih kurang dari susunan kata yang menjadi kalimat panjang tentang cerita “Cinta kita”.




Saxo cafĂ©, jalan Surapati 35….. 
“Ayy, menyanyilah kali ini untukku….tapi aku ingin kau menyanyikan lagu lama kita..” aku memecah kebuntuan suasana setelah hening menjadi raja, ini kali kedua aku menemukanmu disini sejak hampir tiga tahun kita terpisah oleh jarak dan waktu. Diantara remang cahaya aku masih bisa mengenali kilau air di sudut matanya. Aku terlempar pada ribuan candu kesedihan yang ia tunjukkan, aku tak menolaknya dan tetap lurus menatap arah buliran air yang mengalir di pipinya.
“Aku tak mampu Rain…..aku tak sanggup menjadi Ayya yang dulu dan selalu sempurna menyanyikannya….maafkan aku Rain…”. Dan tangismu semakin pecah tanpa terbendung olehku. Tangan dan pundakmu bergetar menahan ledakan emosi jiwa yang nampak begitu lama menguasai ruang batin terdalammu.  Aku tak mencoba meraih tanganmu, kubiarkan saja semua berlalu tanpa harmoni episode mesra. Biarlah kau menikmati kebebasanmu saat ini, biarlah semua kau tuntaskan sempurna tanpa campur tanganku. Hingga menit berlalu satu per satu mendekati setengah jam, barulah aku raih ia dalam tatapanku.
“Menyanyilah seperti dulu, dan aku ingin menjadi hati yang sepi untuk mendengar suara hati yang lebih sepi saat ini, please….”.
Dan kau tetap menggeleng tanpa berkata apapun selain lemah suaramu dalam isak tangis. Aku tersenyum, kutulis sesuatu dibalik kertas  tagihanku, kulipat dan kuberi isyarat kecil padanya untuk menyudahi pertemuan kami malam ini. Tampak wajahnya sedikit berubah, aku paham dan tak ingin memberi  peluang padanya sebuah prasangka  selain memberi isyarat waktu  padanya. Ulurkan tangan dan mengajaknya berlalu, sedikit meremas jemarinya seperti dulu setiap kali  ingin memastikan ia baik-baik saja bila bersamaku.

“Aku antar kau sampai disini saja Rain…..”.
Aku menatapnya sejenak, wajah yang tak banyak berubah sejak sekian waktu terpisah. Terdiam dalam kelam perasaan aneh, entah apa dan beberapa lama. Suasana parkiran mobil ini memberiku peluang untuk sekedar memberikan pelukan kecil sebelum aku berlalu meninggalkannya. Berat langkah kaki ini, sebentar aku menoleh pada wanita yang telah banyak menyita ruang batinku itu.
“Jagalah dirimu, jangan lupa untuk selalu memberiku kabar….”
Aku tersenyum menyambut anggukannya. Tatap itu masihlah bermakna rindu, sepertinya selalu begitu sejak dulu. Ahh aku masih sempat membalas lambaiannya sebelum kendaraanku melaju cepat meninggalkan kawasan hiburan malam di tepian kota.

Desain malam  dalam hias lampu jalan mengiringi laju ku disela nafas malam yang mulai lengang. Lagu yang kuputar seolah menampilkan sosok mu. Bahkan kadang sanggup merubah kaca  mobil ini seperti layar kaca yang memantulkan sekian banyak kenangan. Disana kau melambaikan tangan memanggil dan mengajakku  untuk bernyanyi bersama.  Aku tersenyum, bagaimana aku bisa menolak ajakanmu ayy ?? Tentu aku tak akan mampu menolaknya, aku akan datang dan memelukmu erat agar kau tahu sepenuh apa rindu ku padamu. Semakin cepat laju ku dijalanan, dan terus bertambah kecepatanku seolah tak ingin lagi kehilanganmu.
Semua isi  relung batin ini telah begitu jauh terperosok dalam lubang oase rindu. Menyeret jauh dan membuatku ragu menentukan arah tujuan. Seperti dalam lorong waktu, terseret tanpa batas antara nyata dan maya atau saat ini sebelum masa laluku. Semua berlalu dengan samar hingga  aku tak mampu menghindari truk yang tiba-tiba memotong jalan, aku gugup dan hanya bisa  pejamkan mata ini sebelum benturan kuat  terasa menekan jantung, sekian detik  seperti tersengat arus listrik dan  merubah semua hingga berterbangan ringan seperti kapas terhembus angin malam. Lalu hening, diam dan bisu seperti malam yang terus berlalu. Tak sempat membaca suasana asing, apalagi merasakan perih luka diseluruh raga. Aku hanya ingin segera berlari bersama awan yang terburu-buru membentuk titik embun, bersiap meluncur deras ke bumi menjelma gerimis malam penuh duka luka sebelum hujan. Tak perlu rasanya aku kenali keadaan jasadku didalam bangkai mobil itu. Ini harus segera kuterima dengan ikhlas, agar aku segera merasakan alam bawah sadarku melakukan hal yang tak mampu aku lakukan di alam nyata. Melayang terbang bersama jutaan titik air, dan berharap dengan itu aku masih bisa segera menyentuh bumi tempat aku biasa menyapa orang-orang tercinta. Atau....... sekedar ingin memastikan kau membaca pesan yang aku tulis tadi, tentang sebuah lagu baru yang kuyakin kau juga tahu daripada menemani kerlip bintang yang merayu sendu.

Saxo cafe, jalan Surapati 35....
" Ayy..... Ini lagu baru yang ingin aku dengar darimu, seperti lagu lama kita..... Begitu kuat irama syairnya dinyanyikan.  Beberapa kalimatnya mungkin tak terjadi padaku....Tapi sungguh, ini bisa baik sebagai penghibur jiwa saja bukan sebagai wakil makna apa yang telah menimpa kita tiga tahun lalu..."
love you                                                         

Setetes air mata menyentuh ujung kertas berisi deretan huruf cintaku sebelum terlipat kembali semula . Tangan indahnya meraih handphone menekan beberapa tombol  pesan dengan gemetar....

" Rain, aku akan menyanyikannya lagu ini untukmu.......love you too "                                 


Wanita yang begitu kujaga namanya bersinar dihati ini berlalu kearah panggung. Gerimis diluar masih menari ikut menikmati bait demi bait syair lagu yang dinyanyikannya. Aku menatap tanpa berkedip setiap ekspresi wajahnya dari balik kaca.  Dan seperti dulu, aku tak pernah mencegah airmata ini jatuh meski mengalir  diantara butiran gerimis. Aku membiarkannya, sebab kali ini dan seterusnya aku hanya akan menjadi bagian gerimis. Yahh.....gerimis saja dan tak lebih lagi melebihi hujan......

(ujung jawa)