Aku turun perlahan menggelayuti manja angin...
Aku sentuhi semua yang kumau basah...
Aku menyeret apa saja segala sampah bahkan darah....
Semampuku kulesakkan ke perut bumi....
Apapun yang ku mau....
Disebuah tikungan, terhalang pohon jati mengarah ke kali.....
Aku sedikat merinai...
Aku sedikit berjingkat merenteti daun ilalang..
Mengendap-endap di atap ijuk...
Dan aku masih mendengarnya....
Tangis terisak yang sama....
Nyaris lemah...
Bahkan kalah oleh hembus angin saat ini...
Tetaplah sama gulir air matanya.....
Dan aku selalu membedakan perlakuan pada isak yang satu ini....
Air matanya yang menyeretku ke tepi-tepi...
Biasanya aku tak pernah peduli....
Entah kenapa yang ini....
Ia memikatku dengan segumpal tanya....
Siapa dan aku susulkan tanya mengapa...
Aku memang tak paham tangisan wanita ringkih ini ...
Aku hanya selalu mengintipnya sendiri dipondok tepi kali......
Lusuh,
Kumal.....
Kotor...
Kakinya yang lengkung sisakan tulang dan kulit hitam.....
Rambutnya terikat menjunjung awan penuh lumpur....
Bicaranya aneh tak sedikit memancingku ingin memaknainya...
Dan air matanya...
Air matanya selalu nampak kentara....
Seperti penanda ngilu dan jerih perih sekali...
Aku menduga-duga...
Tapi tetaplah tanya yang ada.....
Mengapa ??
Ahh.....biarlah esok kuintip kembali.....
Akan kuajak angin dan kabut menilainya....
Aku hanya hujan, aku tak akan sempurna menilai pemandangan ngilu ini...
Kulesakkan diriku sedalam-dalamnya keperut bumi...
Sekali kurasa-rasa...
Barangkali air matanya telah terseret arusku.......
Tak sanggup menanggungnya....
Aku tak sanggup....
Sebab aku hanya hujan .....
Tanpa angin,
Tanpa kabut...
Tanpa petir juga kali ini yang biasa berdiskusi......
(maret, 22 kelokan pertama 2012)
Aku sentuhi semua yang kumau basah...
Aku menyeret apa saja segala sampah bahkan darah....
Semampuku kulesakkan ke perut bumi....
Apapun yang ku mau....
Disebuah tikungan, terhalang pohon jati mengarah ke kali.....
Aku sedikat merinai...
Aku sedikit berjingkat merenteti daun ilalang..
Mengendap-endap di atap ijuk...
Dan aku masih mendengarnya....
Tangis terisak yang sama....
Nyaris lemah...
Bahkan kalah oleh hembus angin saat ini...
Tetaplah sama gulir air matanya.....
Dan aku selalu membedakan perlakuan pada isak yang satu ini....
Air matanya yang menyeretku ke tepi-tepi...
Biasanya aku tak pernah peduli....
Entah kenapa yang ini....
Ia memikatku dengan segumpal tanya....
Siapa dan aku susulkan tanya mengapa...
Aku memang tak paham tangisan wanita ringkih ini ...
Aku hanya selalu mengintipnya sendiri dipondok tepi kali......
Lusuh,
Kumal.....
Kotor...
Kakinya yang lengkung sisakan tulang dan kulit hitam.....
Rambutnya terikat menjunjung awan penuh lumpur....
Bicaranya aneh tak sedikit memancingku ingin memaknainya...
Dan air matanya...
Air matanya selalu nampak kentara....
Seperti penanda ngilu dan jerih perih sekali...
Aku menduga-duga...
Tapi tetaplah tanya yang ada.....
Mengapa ??
Ahh.....biarlah esok kuintip kembali.....
Akan kuajak angin dan kabut menilainya....
Aku hanya hujan, aku tak akan sempurna menilai pemandangan ngilu ini...
Kulesakkan diriku sedalam-dalamnya keperut bumi...
Sekali kurasa-rasa...
Barangkali air matanya telah terseret arusku.......
Tak sanggup menanggungnya....
Aku tak sanggup....
Sebab aku hanya hujan .....
Tanpa angin,
Tanpa kabut...
Tanpa petir juga kali ini yang biasa berdiskusi......
(maret, 22 kelokan pertama 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar