28 Maret 2012

PENABUR BUNGA PUSARA

Ruang tamu hanya berisi sehamparan tikar lusuh....
Empat kursi plastik  inventaris desa....
Satu meja kerja sederhana dengan tumpukan map diatasnya....
Selalu ada tongkat penyangga  dibawah ruang kosong meja ....
Dibalik dinding sekat ruang, ada sehelai daun pintu bekas ....
Sebagai alas tidur dengan tatakan tikar dan koran....
Berbantal tumpukan lipatan pakaian...
Tempatku disitu...


Bila hujan, aku sering  merasa diatas papan pecahan kapal dilautan...
Maklum, genting sudah enggan menaungi......
Anyaman bambu yang bisa ambrol tanpa permisi di seantero ruangan....
Lalu lihatlah...

Kamar utama  tak jauh beda.....
Hanya telah berdipan buatan seorang warga desa .....
Lantai penuh tambalan nan lembab.....
Itulah ruang  ayah dan ibu....
Yang satu lagi....

Jadi  dapur juga biasa jadi ruang  makan ...
Ssssttt....

Sekaligus kamar mandi penuh lubang warna-warni bila masuk sinar matahari pagi....
Dibalik sekatnya, dihalaman belakang...

Ada jamban tanpa dinding  dekat jemuran :(
Kalian bisa bayangkan akibatnya....

BAB akan  selalu pada malam hari bagi kami  :)
Itulah adanya.....
Itulah realitanya...

Dihimpit kantor desa dan rumah dinas dokter...
Ya disitulah kawan...

Bertiga, ayah, ibu dan aku tinggal dalam rajut ujian dan cobaan.......

Diperumahan dinas Kepala desa.....
Di istana pemenang demokrasi ...
Ayahku, sekian tahun lalu......


Jam 03.00 dinihari....
Hanya berdua kami bopong ayah ke atas motor ....
Setelah demam tinggi penuh igauan berjam-jam....

Ayah yang telah lunglai tak berdaya.....
Karena baru saja masa pemulihan...
Kondisinya jadi mudah  lemah dan labil....Karena stroke juga mendera....
Ditambah cedera kepala akibat kecelakan sebelumnya...
Tak mudah mengenangnya tanpa luka...

Saat sekuat tenaga berusaha mengangkat tubuh ayah...
Sungguh,

Hanya karena kami cinta.....
Hanya karena kami takut kehilangan senyumnya yang hendak berangsur sempurna....
Maka tubuh kurus kami sanggup membawa ayah ketempat saudara....
Dua ratus lima puluh meter saja dari kantor camat...
Dua ratus meter dari polsek...
Dua ratus sepuluh meter dari  koramil...
Tiga ratus meter dari balai desa...
Tiga ratus dua meter dari rumah dinas kepala desa...

Heem....

Masih jelas bagiku....
Masih kuat dibayang ingatanku.....
Hal yang tertata lalu tergunting sekenanya....
Ayah yang terkulai dipangkuan nenek...
Mengundang hujan tangis sanak saudara....

Padahal, esok enam jam lagi kunker Bapak Bupati....
Padahal esok enam jam lagi  komisi I DPR akan mengevaluasi.....
Padahal kemarin pak camat telah mewanti-wanti....
Agar tak kemana-kemana....
Pak Sekcam juga telah ingatkanku sekali lagi via telepon dengan logatnya....
Ojho nangdi-nangdi ngomong karo bapak'e...

Plus, seorang staf berpesan agar tempat ludah ayah jangan dibersihkan....
Ayah harus benar-benar nampak sakit....
Ayah harus benar-benar merasa sakit dalam sakitnya....
Dan aku harus kuat melihat dan menanggung pemikiran sakit mereka.....
Atau.....(mereka tak pernah melanjutkan kata-katanya, aku juga tak paham maknanya)
Yang pasti, ayah telah kugeser tiga ratus meter dari rumah dinas kepala desa...
Malam itu, dengan penuh perasaan takut kehilangan...



Jam 09.00 hari itu....
Serombongan laki-laki bersafari datang dari arah kecamatan....
Rekan media, tomas, para staf kecamatan nampak mengiringi....
Sambutan perangkat bawahan ayah tak bernilai...
Mereka langsung menyergap bermuka garang....
" Mana Pak kades ?! "

Menanyakan ayah bak kompeni Belanda...
Mengomel-ngomel penuh gusar...
Berkacak pinggang...
Menggeleng-geleng...

Aku berusaha tetap tenang, meski panas telinga mendengar pak sekcam menggerutu....
Beberapa nampak menjelaskan...
Beberapa mencibir...
Beberapa sinis...
Banyak bisik lirih kudengar....
Salahkan aku dan ibu yang membawa  ayah dari rumah dinas ini...
Tak sederhana rasanya menampung emosi sendiri...
Berusaha tersenyum menyambut murka para tamu agung ...
Namun semua seolah semakin kerasukan...

Mereka minta ayah datang....
Dihadapkan....
Didatangkan....
Apapun keadaannya....

Ayah yang sakit dianggap pesakitan ??
Bahkan beberapa staf mulai memaksa perangkat desa untuk menjemput paksa ayah....
Detik itu darah berdesir....
Jantungku bergegas memompa adrenaline....

Aku mulai emosi tanpa terasa meraba belati disaku celana....

Aku tak akan lupa....
Aku akan ingat....(sungguh aku akan tatto raut  wajah mereka dalam benakku seterang-terangnya).....
Segalanya biar terpajang...

Antara bayang kondisi ayah, cacian menggunakan undang-undang dan amarahku...
Antara dera luka batin dan tiada daya dalam hinaan...
Aku bergeming saja dengan kecamuk didada...

Sekitar lima belas menitan semua jadi menegang...

Seseorang berpakaian safari menyeruak masuk....
Aku ceritakan pada kalian seingatku....

Aku kenal wajahnya....
Sangat akrab bagiku....
Sebab aku pernah menolongnya dikompleks makam umum...
Saat belum jadi anggota dewan...
Tentang dia nih,

Yang selalu tampil  ala superman....
Lengkap dengan rambut juga kacamata ala Clark kent ....

Wajah inilah yang sangat gusar dan marah....
Wajah inilah yang sempat mendengus.....
Wajah inilah yang mulutnya meludah-ludah..
Menutup hidung dan bergidik.....
Wajah inilah yang paling bisa mengungkapkan arti " J I J I K "
Lalu pergi...
Tak menoleh lagi....
Satu kata yang tersisa ditelingaku......" Kades apa ini, siapkan prosesnya !! "
Seperti tertampar...
Seperti kilatan petir...

Aku gemetar...
Aku menggigil...
Aku mulai merasa hendak gelap mata ...
Semua menjadi kecil didepanku...
Tapi aku tetap diam....
Tak ada gerakanku....

Meski, Semua menunggu reaksiku
Mereka menontonku.....
Semua menatapku....
Benar bila,

Terfikir untuk melampiaskan amarah....
Betul bila,

Aku ingin merobek hari itu dengan darah....
Hanya aku merasa sangat kuat menahannya...
Begitu kuat hingga kini....
Terus bersabar dalam sisa rasa  rabaan lunglai ayah dipundakku...
Yang kutahu,
Aku tetap menyimpan satu persatu wajah-wajah mereka...
Kususun rapi disela kenangan  hingga saat detik-detik  ayah berpulang...
Kubingkai bersama album tatapku terakhir kepada ayah saat  diliang lahat.....
Aku percaya, kelak ...

Akan tiba satu waktu, dimana akan terbuka lembar demi lembar kejadiannya....

Helai demi helai lukanya...
Tetes demi tetes darahnya...

Dan aku berpikir aku akan tetap bersabar ......
Entah sampai kapan.....
Sebab, hari inipun  aku masih belum temukan kalimat pema'afan dihatiku untuk mereka....
Entahlah, aku ikhlas  pada kehendak takdir-NYA bila memang harus dendam terlampiaskan.....
Atau tidak sama sekali....




(ingsun kesajen milad kesumat akhir 2009, rainnesance)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar